REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa di Venezuela menyebabkan angka kematian warganya meningkat hingga lebih dari 50 orang. Pernyataan itu disampaikan oleh Presiden Venezuela Nicolas Maduro menjelang pertemuan perdamaian yang digelar untuk mengakhiri kerusuhan.
"Kemarin seorang wanita berusia 84 tahun telah meninggal di timur Caracas karena ia tertahan selama tiga jam akibat blokade jalan yang dilakukan oposisi. Ia pun meninggal di dalam mobil keluarganya akibat serangan jantung," katanya seperti dilansir dari BBC.
Pernyataan itu menegaskan bahwa jumlah korban yang tewas dapat bertambah secara tidak langsung akibat aksi demonstrasi dengan menyebutkan meninggalnya wanita tua itu. Namun, pernyataan terbarunya terkait jumlah korban yang tewas ini tidak dijelaskan lebih lanjut olehnya.
Sedangkan, berdasarkan perkiraan data resmi pemerintah, Jaksa Agung Venezuela Luisa Ortega menyebutkan jumlah korban jiwa dalam bentrokan itu yakni 13 orang. Maduro sendiri menyalahkan kelompok-kelompok fasis atas tingginya angka korban jiwa itu. Jumlah jatuhnya korban jiwa akibat aksi protes itu pun masih diperdebatkan. Kelompok oposisi justru menyebutkan setidaknya 15 orang telah tewas.
Di lokasi lain, demonstrasi juga dilakukan oleh ratusan orang yang didominasi oleh wanita. Demonstrasi yang dipimpin oleh istri pemimpin oposisi yang dipenjara, Leopoldo Lopez ini menentang cara pemerintah dalam menangani unjuk rasa.
Sementara itu, kelompok koalisi oposisi utama menolak untuk menghadiri pertemuan perdamaian yang diprakarsai oleh Maduro. Mereka menyebut pertemuan tersebut merupakan sebuah lelucon. "Kami tidak akan hadir dalam pembicaraan itu dan hanya akan berakhir dengan cemohan dari rekan-rekan seperjuangan kami," kata wakil presiden blok, Jorge Arreaza.
Pemimpin oposisi Henrique Capriles juga menolak menghadiri pembicaraan itu. Menurutnya, pertemuan itu hanya akan dimanfaatkan oleh Maduro sebagai kesempatan yang baik bagi pemerintah untuk tampil. Dalam pertemuan itu juga dihadiri oleh gereja Katolik Roma.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon menyatakan keprihatinannya atas tindakan kekerasan yang terjadi di Venezuela. Ia juga menyerukan adanya perlindungan HAM di Venezuela. "Ban menyerukan kepada warga Venezuela, tak peduli pandangan politik mereka, untuk menyampaikan perbedaan pandangannya dan keluhannya dengan cara yang damai dan sesuai dengan hukum," katanya tertulis dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari Reuters.