Jumat 28 Feb 2014 12:45 WIB

Alhamdulillah, Dokter Indonesia Sukses Cangkok Hati Donor Hidup

Rep: Indah Wulandari/ Red: Bilal Ramadhan
Operasi Laparoskopi (ilustrasi)
Foto: internationaldoctor.com
Operasi Laparoskopi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Operasi cangkok hati M. Sayid Hafidz (8 tahun) dengan donor sang ayah, Sugeng Kartika pada Senin (24/2) lalu menjadi bukti dunia kedokteran Indonesia pertama kalinya sukses mentransplantasi dengan donor yang umurnya terpaut jauh.

Operasi Hafidz dilakukan maraton dari pukul 08.00 hingga pukul 23.45 di RS Pertamedika Sentul City, Bogor. "Tim dokter terdiri dari sejumlah dokter bedah umum, dokter anak, dokter anestesi, dan sejumlah dokter lainnya dari RS Pertamedika Sentul City, RS dr Soetomo Surabaya, dan RS dr Hasan Sadikin Bandung," jelas Humas RS Pertamedika Sentul City Astri Wijayanti dalam rilisnya.

Para dokter pun tak sembarangan memutuskan tahapan operasi. Mereka mendapatkan supervisi langsung dari pakar transplantasi hati dari Jepang  Profesor Koichi Tanaka. Ia merupakan ilmuwan yang pernah mendapatkan penghargaan Nobel di bidang ilmu kimia pada tahun 2002 untuk pengembangan metode analisis spektrometrik dari molekul makrobiologi.

Sebelumnya, menurut Astri, Hafidz sudah melakukan rawat jalan di RS Pertamedika sejak September 2013. Sejak awal, Hafidz sudah ditargetkan untuk menjalani transplantasi hati. Namun, operasi baru bisa dilaksanakan pada hari ini karena persiapan kondisi Hafidz dan ayahnya sebagai donor. Selama praoperasi  fungsi hati anak asal Bekasi itu terus menurun. Sembari menunggu stabil, Asri juga menyebutkan persiapan penggalangan dana juga dilakukan dari para donatur. Sejumlah yayasan, BUMN, dan beberapa pihak lainnya terkumpul sekitar Rp 1,6 miliar.

Mengapa Hafidz dioperasi? Sejak usia enam bulan, ia divonis mengalami sindrom alagille pro-liver. Artinya, sejak lahir ia membawa penyakit genetik yang memengaruhi fungsi hati, jantung, ginjal, dan sistem lain di dalam tubuh. Penyakit ini dialami satu bayi di antara 70 ribu hingga 100 ribu bayi yang baru lahir.

Gejala dari penyakit ini berjenjang dari parah, sedang, ringan, hingga tidak disadari, yaitu berupa menguningnya kulit, bola mata, dan gatal. Pada beberapa kasus, ada pula penyakit jantung kongenital, dan wujud kupu-kupu pada satu atau lebih tulang pada tulang belakang yang terdeteksi melalui sinar X.

Teknologi kedokteran Indonesia sebetulnya tidak kalah dengan luar negeri. Kendati begitu, kedokteran Indonesia masih dijadikan alternatif bagi bangsanya sendiri. Pelayanan kedokteran luar negeri, misalnya Singapura, masih menjadi pilihan pertama untuk melakukan pengobatan.

 

Salah satu teknologi kedokteran yang dicari adalah tranplantasi hati dengan menggunakan donor hidup atau living donor liver transplant (LDLT). Teknologi ini sendiri sudah menjadi standar pengobatan bagi organ hati yang tidak bisa berfungsi normal, karena pengerasan (sirosis) atau kanker.

 

“Indonesia tentu bisa menyamai kualitas ini. Namun memang ada beberapa faktor yang harus diperbaiki misalnya man power. Apalagi kemungkinan operasi tranplantasi hati dengan LDLT semakin meningkat,” kata Prof Tanaka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement