REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama, Suryadharma Ali mengakui hingga saat ini belum ada titik temu tentang kewenangan mengeluarkan sertifikasi halal. Kewenangan itu masih diperebutkan antara kementerian agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Belum ada titik temu," katanya di kompleks istana kepresidenan.
Sampai saat ini, katanya, RUU Jaminan Produk Halal (JPH) belum juga disahkan. Karena itu, aturan untuk sertifikasi halal belum benar-benar bisa diterapkan. Termasuk lembaga yang berhak dan berwenang untuk itu.
"Sekarang kan belum ada undang-undangnya. Sekarang MUI yang melaksanakan. Ini berjalan dulu saja apalagi sudah banyak produk sertifikasi halal yang telah dikeluarkan MUI," katanya.
Saat ini, sertifikasi halal dilakukan oleh MUI. Tetapi, pemerintah berpandangan sertifikasi tersebut seharusnya diserahkan kepada pemerintah. Alasannya, sifat sertifikasi tersebut tidak berupa kewajiban tetapi sukarela.
"Bagi pemerintah, kalau itu menjadi kewajiban, bisa-bisa membebani para produsen terutama usaha kecil sebab kalau tidak mendaftarkan sertifikasi nanti disebut melanggar aturan. Muaranya bisa memunculkan persoalan ekonomi," katanya.
Ia juga menjelaskan jika pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikasi halal, maka uang yang dihasilkan dari tarif sertifikasi tersebut akan menjadi Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selama ini, sertifikasi tersebut tidak pernah masuk kas negara.
"Kalau swasta kan enggak, karena lembaga, dia yang melakukan pengecekan, sediakan alat dan ahli. Jadi kalau dia dapat imbalan sih menurut saya wajar-wajar saja. Memang belum ada aturannya," katanya.