Sabtu 01 Mar 2014 15:25 WIB

Hilang di Atas Sajadah (2-habis)

Ilustrasi
Foto: Reuters/Carlos Jasso
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Jika setelah segalanya telah  fana' maka yang tinggal hanya Allah, dan inilah kemudian disebut dengan baqa' (kekal, abadi).

Jika orang sudah sampai ke tingkat kekal (al-baqa') maka terjadilah seperti apa yang pernah dikatakan oleh al-Qusyairi, “Fana'/-nya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan tentang makhluk lain itu.. sebenarnya dirinya tetap ada dan demikian pula makhluk lainnya tetap ada, hanya  tidak sadar lagi pada mereka dan pada dirinya.”

Pernyataan mirip juga pernah diungkapkan oleh Abu Yazid al-Busthami (874 M) yang dikenal sebagai sufi pertama yang memopulerkan istilan fana' dan baqa', “Aku tahu Tuhan melalui diriku hingga aku hancur, kemudian aku pada-Nya melalui diri-Nya maka aku pun hidup…”

 

“Ia membuat  aku gila pada diriku sehingga aku mati, kemudian Ia  membuat aku gila pada-Nya, maka aku pun hidup… Aku berkata, gila pada diriku adalah kehancuran dan gila pada-Mu adalah kelanjutan hidup.”

Lebih jauh ia mengatakan, “Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu pada diri-Nya melalui diri-Nya maka aku pun hidup.”

Pada umumnya orang mengalami keadaan mistis seperti ini pada malam hari terutama ketika sedang di atas sajadah menunaikan shalat malam. Mereka inilah yang disinggung di dalam Alquran, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS adz-Dzaariyaat [51]: 17-18).

Bahkan, Alquran seolah mengiklankan bahwa siapa yang hendak meraih sukses di maqam puncak syaratnya banyak tahajud, sebagaimana firman-Nya, “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS al-Isra [17] :79)

Fana' pada siang hari sangat langka karena mereka sedang menyelesaikan persoalan dunia mereka dengan rasio, nalar, atau logika. Sementara, pada malam hari yang aktif ialah energi spiritual dan bisa lebih khusyuk, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS al-Muzzammil [73]:6).

Imam Syafii juga pernah mengingatkan kepada para kaum muda yang hendak mencapai puncak karier atau keutamaan dengan cara banyak begadang menuntut ilmu dan ridha Allah swt, sebagaimana dikatakan, ”Man thalab al-ula' sahiral layali” (Barang siapa yang menuntut ketinggian (martabat utama di sisi Allah) maka hendaklah ia berjaga di malam hari.”

Jika seseorang sudah pernah mencicipi fana' dan baqa' maka keindahan hidup bersama limpahan materi, kekayaan, pangkat, dan jabatan, serta atribut-atribut duniawi lainnya menjadi tidak menarik lagi. Apakah kita masih membutuhkan yang lain kalau kita sudah menyatu dengan Tuhan?

Rabiah al-Adawiyah pernah berujar, “Ya Allah jika Engkau akan memberikan kehidupan dunia yang layak kepadaku, berikanlah kepada para musuhku, jika Engkau akan memberikan surga kepadaku di akhirat, berikanlah kepada hamba-Mu yang setia siang dan malam. Bagiku tidak perlu itu semua, yang aku butuhkan hanya Engkau semata.”

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement