REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pengunjuk rasa antipemerintah Thailand dikabarkan akan menarik diri pendudukannya di Ibu Kota Thailand, Bangkok. Langkah ini dinilai akan menjadi sebuah awal untuk meredakan ketegangan selepas demonstrasi berbulan-bulan yang dilakukan pengunjuk rasa untuk menurunkan PM Thailand Yingluck Shinawatra dari jabatannya.
Seperti dilansir kantor berita Associated Press, Sabtu (1/3), pemimpin kelompok antipemerintah Thailand, Suthep Thaugsuban menyebut para pengunjuk rasa akan menarik diri secara bertahap. Penarikan akan difokuskan dari persimpangan-persimpangan utama di seluruh Bangkok.
Penarikan diri akan dimulai Senin (3/3). Saat ini, kelompok antipemerintah tengah melakukan konsolidasi di Taman Lumpini, yang selama ini dikenal sebagai pusat pengendali unjuk rasa.
Sejak dimulai November 2013 silam, unjuk rasa kerap berujung pada bentrokan yang telah mengakibatkan 23 orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Suthep menjelaskan, langkah terbaru yang diambil kelompok antipemerintah bertujuan untuk menghormati warga Bangkok.
Sebab, aksi protes dalam rentang waktu yang lama, harus diakui telah menimbulkan ketidaknyamanan. "Kami peduli Bangkok dan ingin mengembalikannya kepada para pemilik (warga Bangkok)," ujar Suthep. Meskipun begitu, Suthep menegaskan, tindakan kelompoknya untuk menutup kantor-kantor pemerintah dan bisnis milik Yingluck, akan terus dilanjutkan.
Sebagai gambaran, pengumuman Suthep ini hadir sehari selepas tawarannya kepada Yingluck untuk melakukan pembicaraan damai. Terkait tawaran tersebut, Yingluck, yang sedang menetap di Thailand bagian utara, menyebut pemerintahannya memang menginginkan negosiasi. Akan tetapi, para pengunjuk rasa harus menghentikan upaya memblokir proses pemilihan umum dan proses-proses konstitusional lain yang tengah diupayakan pemerintah.
Sebenarnya, kekerasan di negeri gajah putih menunjukkan peningkatan dalam sepekan terakhir. Ini ditandai dengan serangan granat yang terjadi hampir setiap malam di sejumlah titik pengunjuk rasa. Rangkaian kekerasan ini berujung pada kematian empat orang anak di sebuah lokasi unjuk rasa, pekan lalu.