Senin 03 Mar 2014 19:45 WIB

Bajaj Pasti Berlalu

Rep: c57 / Red: Karta Raharja Ucu
Bajaj (ilustrasi)
Bajaj (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Enggak kurang lagi, Bang. Jigo (Rp 25 ribu-Red) udeh mentok. Muternya jauh soalnya," kata Zaki (45 tahun) meyakinkan seorang calon penumpang yang mencoba menawar tarif bajaj yang dikendarainya.

"Mending gue naik taksi, adem," jawab si calon penumpang menggerutu sembari menyetop angkot.

Kisah itu diceritakan Zaki sembari menyeruput kopi tubruk miliknya saat berbincang dengan ROL di sebuah warung kopi di Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta Selatan, Sabtu (1/3). Zaki adalah satu dari ratusan sopir bajaj berwarna merah yang masih bertahan di DKI Jakarta. Ia mengaku, sudah 25 tahun mengemudikan kendaraan beroda tiga itu. Bajaj itu merupakan warisan dari ayahnya yang sudah 10 tahun meninggal dunia.

Warga asli Betawi itu mengaku tidak memiliki keahlian lain selain menyopir bajaj. Ia mengaku menyesal karena dulu sempat menolak melanjutkan sekolah ke tingkat lebih tinggi. Padahal, dulu ayahnya terbilang mampu. Tapi, kenakalan saat remaja ternyata menyengsarakannya. "Kalau saya sarjana, paling enggak saya pan bisa kerja kantoran kayak Abang," ucapnya sembari tersenyum getir.