REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur tidak bisa berdiri sendiri, karena bisa mengakibatkan penyalahgunaan manfaat. Gedung misalkan, seharusnya digunakan untuk masyarakat menuntut ilmu dalam bentuk sekolah, tapi ternyata untuk klub malam, bahkan tempat perzinahan.
"Ini jangan sampai terjadi," jelas Kader PDIP di Tangerang, Herdian Koosnadi, kepada Republika, Senin (3/3). Caleg dapil Banten III ini menyatakan etika sangat penting diterapkan, karena Indonesia adalah bagian dari budaya timur, bukan Barat.
Banten menurutnya, sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur yang masif. Propinsi yang dikenal sebagai tempat lahirnya jawara ini membutuhkan jembatan yang kuat. "Kita sering melihat di TV jembatan hancur," jelasnya. Bahkan, ada yang putus di saat warga menyeberang. "Ini memprihatinkan," papar Herdian.
Pembangunan yang didasari etika menurutnya berangkat dari semangat keikhlasan. Ketika wakil rakyat dan aparatur pemerintahan mengikhlaskan diri untuk membangun, maka Banten nantinya akan mengalami pembangunan maksimal. Ketika maksimal, maka Tangerang yang menjadi salah satu kota di propinsi Banten, misalkan, bakal menjadi kota yang berwibawa.
Tangerang nantinya akan menjadi kota yang mencerminkan pembangunan secara terintegrasi. Di sini akan dibangun berbagai fasilitas dengan konsep pembangunan terpadu, seperti perkantoran, sekolah, perumahan, dan arena bermain serta berkumpul. Sayangnya, jelas Herdian, keikhlasan dalam membangun masih kurang.
Akibatnya, Banten masih dihiasi dengan banjir, seperti yang terjadi di Tangerang, dan beberapa daerah lainnya. Belum lagi kemacetan, polusi karbon, minimnya ruang publik atau ruang terbuka hijau (RTH). Semua itu persoalan yang menghadang sebuah kota menjadi ramah penghuni. "Kalau dibiarkan, warga nantinya akan putus asa terhadap pemerintah," jelas Herdian yang bernomor urut satu ini.
Pihaknya mengimbau kepada pemerintah untuk ikhlas dalam membangun. Keikhlasan agar membuat pembangunan bermanfaat untuk kebaikan. Satu lagi, pembangunan yang ikhlas akan menghindari malapetaka, seperti bencana alam yang belakangan marak terjadi.