Selasa 04 Mar 2014 03:50 WIB

Islam di Ontario Berjuang Mempertahankan Identitas

Muslim Kanada
Muslim Kanada

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah

Mayoritas Muslim Ontario adalah imigran.

Gelombang Islamofobia yang melanda Barat pascatragedi 9/11 memberikan efek luar biasa terhadap pola interaksi dan komunikasi antara Muslim dan warga lokal di sejumlah wilayah, tak terkecuali di Kanada.

Dalam populasi yang lebih besar, sebuah jajak pendapat terbaru oleh Ipsos Reid menemukan 60 persen dari responden merasa ada peningkatan diskriminasi terhadap umat Islam dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu.

Dalam penelitian lain yang dilakukan Asosiasi Studi Kanada pada 2011, kurang dari setengah atau 43 persen dari 2.345 orang yang disurvei menyatakan sangat positif atau agak positif berkaitan dengan persepsi terhadap Muslim.

Islamofobia bisa berwujud halus lewat diskriminasi di tempat bekerja atau ketika mereka berada di tengah masyarakat. Seperti yang melanda Muslim Ontario. Ironisnya, media sering kali menutupi kasus yang paling menonjol.

Implikasi sosial dari ketidakpedulian media itu berkontribusi pada pembungkaman publik, marginalisasi atau pengasingan Muslim Ontario dari komunitas Kanada. Sikap dan pandangan negatif terhadap Islam dan Muslim meluas di kalangan masyarakat Ontario.

Sebagian besar didominasi oleh persepsi negatif terkait korelasi Islam dan Muslim dengan kekerasan dan terorisme.

Selain itu, sebagian publik menganggap Muslim bertanggung jawab secara kolektif untuk menjelaskan tentang tudingan keterkaitan itu.        

Pandangan anti-Muslim kadang-kadang dicampur dengan antiimigran atau ras serta prasangka berbasis etnis dan bias. Perlakuan semacam ini pernah diterima guru Muslim di Toronto, Shalwar Kameez.

Saat mengajar di sekolah, ia pernah mengenakan baju bermotif khas India. Ia pun mendapat cibiran dari sejumlah teman seprofesinya. “Uh! Kau tampak seperti mereka (Muslim),” katanya menirukan cemoohan koleganya. 

Meski demikian, Muslim di Ontario masih beranggapan positif tentang hak-hak dan kebebasan menjalankan keyakinan dan ritual agama mereka. Tak sedikit yang mengutip Piagam Kanada atau Ontario Human Rights Code yang melindungi hak asasi tersebut.

Ini terlihat dari keterlibatan Muslim sepanjang 10 hingga 15 tahun terakhir dengan Dewan Sekolah Distrik Toronto (TDSB), entah sebagai guru, pendidik, atau administrator sehingga mampu memengaruhi kebijakan-kebijakan yang bersentuhan langsung dengan pelaksanaan praktik keagamaan.    

Sebagai respons terhadap Islamofobia di masyarakat Kanada, tak terkecuali di wilayah Ontario, muncul beragam komentar seperti pentingnya menggambarkan diri mereka sendiri dan komunitas mereka sebagai Kanada dan sebagai Muslim dengan cara-cara yang positif dalam interaksi sosial mereka sehari-hari.

Muslim di Ontario dituntut mampu berbaur dengan komunitas lokal tanpa harus mengisolasi diri dari dunia luar. Inisiatif itu bisa membantu menciptakan kohesi sosial yang harmoni.

Termasuk desakan agar pemerintah melindungi hak-hak beragama dan kebebasan Muslim Kanada di bawah hukum.

Dan, terakhir memberikan edukasi kepada generasi muda lewat pendidikan dengan melibatkan guru-guru Muslim di berbagai sekolah.

Kepompong

Di tengah-tengah impitan dan bayang-bayang Islamofobia, Muslim Ontario juga mendapat tantangan internal yang tak kalah berat. Terlebih, 60 persen dari 940 ribu Muslim Kanada, menurut survei Pew Research pada 2010, berdomisili di wilayah Timur Tengah Kanada itu.

Mayoritas Muslim didominasi oleh para imigran. Mereka datang dari Arab, Pakistan, India, Bangladesh, Afrika Selatan, Guyana, Trinidad, dan Fiji. Ada pula pendatang asal Yugoslavia dan Albania.

Muslim Asia Selatan mulai bermigrasi ke Kanada dalam jumlah kecil pada 1950. Mereka datang dari India, Pakistan, Afrika Selatan, Fiji, Kenya, Mauritius, Inggris, dan kawasan Karibia.

Tujuan mereka adalah untuk memajukan ekonomi, pendidikan, dan sosial. Mereka berharap keluar dari kemiskinan dan penindasan politik dan tentunya perbaikan nasib. Migrasi signifikan pertama dari India dan Pakistan terjadi pada awal 1960-an.

Pada 1964, Pemerintah Kanada melalui kedutaan besarnya di Pakistan, menerbitkan serangkaian iklan untuk kesempatan kerja dan pelatihan di Kanada. Kedatangan mereka, pada faktanya, membawa ragam adat dan istiadat serta tradisi yang berbeda.

Generasi muda terisolasi secara kultural dan karena mereka dengan komunitas keluarga besar atau norma budaya asli, mereka cenderung memilih mengisolasi diri dan hilang dari identitas Kanada.

Setelah kehidupan mereka meningkat pada 1960-an dan awal 1970-an, komunitas Muslim Asia Selatan itu membentuk pulau dengan kehadiran istri beserta buah hati mereka.

Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap keterasingan ini adalah bahwa Islam merupakan cara hidup yang memengaruhi penganutnya tidak hanya rohani, tetapi juga secara sosial.

Para imigran itu kerap melakukan pertemuan internal terutama hari besar keagamaan.  Menjadi Muslim Asia Selatan di tahun '60-an dan '70-an di Ontario memaksa individu untuk mengembangkan kepribadian ganda.

Di luar rumah, ia akan dihadapkan pada bagian dari masyarakat Kanada. Sedangkan di rumah, ia mesti beradatapsi juga dengan tradisi asli, seperti India dan  Pakistan, layaknya sebuah kepompong.

Dunia luar menuntut kebebasan sementara di dalam rumah, doktrin-doktrin patriarki masih begitu kental.

Kontradiksi yang jelas ini menyebabkan ketegangan, divisi, dan sering kekerasan dalam rumah tangga.

Di Kanada, Muslimah Asia Selatan tidak bisa menanggung semua tanggung jawab rumah tangga untuk tekanan ekonomi memaksanya keluar dari rumahnya dan masuk ke dunia kerja.

Kontak dengan feminis juga dipengaruhi outlook-nya tentang peran suami dan ayah. Kelelahan, depresi, dan kesalahpahaman telah dikombinasikan dengan isolasi budaya dan menghasilkan persentase yang sangat tinggi dari permusuhan keluarga dan rumah rusak.

Akibatnya, anak-anak tumbuh dengan ketegangan itu dan mewarisi pandangan kecewa pada keluarga mereka, budaya, dan agama.

Generasi muda yang dibesarkan di Kanada sedang ditampung di dua kepompong. Mereka mulai menolak tradisi-tradisi yang dianggap kolot, seperti perjodohan, cara pandangan terhadap keluarga, ataupun tradisi mereka.

Sebagian besar mampu mempertahankan identitas, tetapi banyak pula yang tumbang dan lebih memilih kehidupan Kanada.                          

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement