Selasa 04 Mar 2014 11:43 WIB

KPK Periksa Mantan Bendahara Umum Demokrat

 Bangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/5). (Edwin Dwi Putranto/Republika)
Bangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (30/5). (Edwin Dwi Putranto/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan bendahara umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Sartono Hutomo, diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain.

 

"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka AU (Anas Urbaningrum)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa (4/3).

 

Sartono yang juga kerabat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, sudah tiba di gedung KPK namun tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya. Selain Sartono, KPK juga memeriksa Henny Susanti staf Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya dan mantan anggota Komisi X DPR yang kini duduk di Komisi VII dari fraksi Partai Demokrat Juhaeni Alie.

 

Dalam kasus ini KPK juga telah memeriksa Ketua Pengawas Partai Demokrat Tiopan Bernhard Silalahi yang mengakui bahwa ada beberapa orang mantan ketua DPC mengadukan pemberian uang saat kongres, selain itu mantan ketua DPC Boalemo, Gorontalo, Ismiyati Saidi juga mengaku ada pemberian uang hingga Rp50 juta dalam bentuk dolar AS hingga pemberian telepon pintar merek Blackberry.

 

Kongres Partai Demokrat 2010 diduga mendapat aliran dana dari proyek Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp 463,66 miliar. 

 

Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp 200-Rp 1 miliar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement