Oleh: Nashih Nashrullah
Berdikari adalah sifat para nabi dan generasi salaf.
Sangat cukup demi Allah, tidaklah kekayaan dari harta, kecuali yang ada dan telah cukup.
Bait syair di atas cukup mengisyaratkan betapa tetap eksis berdikari memang susah. Hidup dalam kesederhanaan bahkan keterbatasan, terkadang membuat nurani tak sedikit orang turut tergerus. Larut dalam kelalaian dan menyisihkan hati kecil.
Berani tidak menengadahkan tangan sekalipun kantong sedang menipis. Ini terkadang soal harga diri dan kehormatan. Sekalipun tak punya tetapi pantang meminta.
Syekh Yasir Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul Mausu’at al-Akhlaq wa az-Zuhd wa ar-Raqaiq mengutarakan bahwa sikap tidak enteng meminta-minta sekalipun tengah butuh merupakan salah satu bentuk akhlak yang mulia dalam Islam. Ini disebut dengan ta’affuf.
Ia pun lantas menjelaskan, terminologi ta’affuf dari segi bahasa. Menurutnya, ta’affuf berasal dari kata iffahyang bermakna menahan diri dari segala perkara yang haram. Iffah juga berarti kejernihan atau kesucian. Selaras dengan makna ini maka berdikari dengan tidak meminta-minta adalah definisi yang tepat untuk pemaknaan ta’affuf.
Syekh Yasir mengungkapkan, sikap berdikari dan mandiri tersebut memiliki banyak keutamaan. Allah SWT secara langsung memuji para hamba-Nya, terutama mereka yang fakir, tetapi di saat bersamaan mereka tetap terhormat, tidak meminta-minta.
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” (QS al-Baqarah [2]: 273)
Dengan bersikap ta’affuf maka keberuntungan dan kebahagian akan datang. Penegasan ini disampaikan Rasulullah SAW di hadis Muslim. Rasul menyatakan, beruntunglah orang yang masuk Islam dan diberikan sikap tak meminta-minta, dan Allah akan cukupkan selalu rezeki yang telah ia peroleh.