Rabu 05 Mar 2014 08:29 WIB

Raja Kontroversial Dinasti Mughal (Bagian-1)

Taj Mahal, India
Foto: india.wikia.com
Taj Mahal, India

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Aurangzeb sangat tidak setuju dengan tindakan ayahnya yang boros. Termasuk pembangunan Taj Mahal.

Di antara para raja dalam Dinasti Mughal, tak ada sosok yang lebih kontroversial melebihi Aurangzeb Alamgir. Dia memimpin Mughal antara 1658 hingga 1707.

Alamgir terkenal sebagai pemimpin religius di kalangan kaum Muslim di India. Tak kurang, Alamgir diangkat bak sultan oleh rakyatnya.

Hanya, bagi para pengikut Hindu dan Sikh, ia dipandang sebagai pemimpin kejam. Mughal disebut yang mengekang kebebasan dan rezim yang tidak toleran.

Dinasti Mughal berkuasa di India selama era takhta Babur sekitar tahun 1500-an. Seratus lima puluh tahun kemudian saat Aurangzeb berkuasa, Dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya. Ia mengontrol sebagian besar daratan India dan menjadi dinasti terkaya di dunia.

Aurangzeb mendirikan negara kosmopolitan dan memiliki kekuatan serta kekayaan yang luar biasa besar pada 1618. Dia adalah anak Shah Jahan, yang membangun Taj Mahal di Agra. Shah Jahan merupakan guru terbaik yang mendidik Aurangzeb sejak kecil.

Di usia muda, ia telah hafal Alquran, ilmu hadis, dan ilmu-ilmu Islam lainnya. Ia juga dikenal sangat gemar membaca. Aurangzeb mampu baca dan tulis bahasa Arab, Persia, dan Turki, bahasa luluhurnya. Ia juga pandai menulis kaligrafi, bahkan beberapa kaligrafinya masih bisa dilihat hingga saat ini.

Salah satu cita-cita Aurangzeb adalah menciptakan pemerintahan Islam dalam Dinasti Mughal. Dia menilai, raja-raja pendahulunya tak memimpin dengan sistem Islam.

Kakek buyut Aurangzeb, Akbar, misalnya, justru menentang ajaran Islam dengan mengadopsi banyak hukum kepercayaan non-Islam. Dia bahkan mempraktikkannya dalam kehidupan pribadi maupun saat memimpin dinasti.

Keteguhan Aurangzeb menggunakan sistem Islam adalah buah pendidikan dan kentalnya nilai Islam yang melekat padanya sejak kecil.

Aurangzeb memimpim Dinasti Mughal sebelum Shah Jahan wafat. Meski sangat menghormati ayahnya, Aurangzeb sangat tidak setuju dengan banyak tindakan ayahnya yang boros dan berlebihan, termasuk mengkritisi pembangunan Taj Mahal.

Meski bangunan makam itu diperuntukkan bagi ibunya, Mumtaz Mahal, Aurangzeb memandang itu melanggar aturan agama. Menurutnya, Islam melarang meninggikan makam apalagi bangunan dipenuhi hiasan dan mengahabiskan banyak biaya.

"Legalitas mendirikan bangunan di makan sangatlah diragukan, termasuk bermewah-mewah atas makam itu,'' demikian pernyataan termahsyur Aurangzeb.

Poin ini juga berlaku untuk makam para sufi sebab ia melihat tindakan itu telah mengarah pada praktik pemujaan satu objek.

Ini sangatlah bertentangan dengan Islam. Karena ingin menerapkan sistem Islam dalam semua elemen dinasti, Aurangzeb merangkum dan membukukan kumpulan hukum Islam agar lebih midah dipraktikkan rakyat.

Ia mendatangkan ulama Muslim dari seluruh penjuru dunia untuk menyusun buku itu. Buku itu kemudian menjadi  buku rujukan bagi pelajar Muslim di sekolah Hanafiah dan dikenal sebagai Fatawa-e-Alamgiri,  Dekrit Agama Alamgir.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement