REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah wajib melindungi petani lokal. "Petani lokal yang akan menjaga identitas produk bangsa," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Ramdansyah, Rabu (5/3).
Melindungi petani lokal bisa dengan upaya membantu pertanian dalam bentuk subsidi dan perlindungan. Ramdansyah mengatakan, sejauh ini buah lokal masih kalah bersaing dengan buah impor. Pemerintah Indonesia seperti membuka peluang impor sedemikian besar. Sehingga membuat petani lokal tak mampu bersaing dengan produk hortikultura asing. Tahun ini saja impor hortikultura pada semester pertama mencapai kuota 800 juta ton.
Dari 37 produk hortikultura lokal, buah yang paling terkena imbasnya. Untuk cabai dan bawang serta sayuran jumlah konsumsi masyarakat masih banyak yang memakai produk lokal. Tetapi untuk buah sudah sulit bersaing. Terutama untuk jenis apel dan jeruk yang posisinya semakin tersudutkan.
Dalam UU Pangan terkait impor sudah ditetapkan bahwa impor bisa dilakukan setelah produk lokal memenuhi kebutuhan nasional. "Namun hingga saat ini belum ada data yang nyata mengenai jumlah konsumsi buah nasional," kata Ramdansyah. Para institusi pemerintahan yang terkait seharusnya bisa duduk bersama dalam menghitunya. Apabila pemenuhan buah lokal memang tak mencukupi, barulah melakukan impor.
Ramdansyah juga menjelaskan, sebenarnya buah lokal bisa menjadi primadona di negeri sendiri asalkan dikembangkan. Apel Malang bisa menjadi buah yang digemari apabila ditingkatkan kualitasnya. Para petani di Batu, Malang mencoba menanam apel dengan jenis pupuk berkualitas tinggi. Hasilnya, satu pohon apel mampu menghasilkan hingga 150 kilogram dengan kualitas apel premium.
Kondisi ini bisa dikembangkan dengan subsidi dan proteksi pemerintah. Petani harus disubsidi dengan pupuk yang bagus. Sebab mereka tak memiliki modal cukup. Pemberian bibit unggul juga bisa mendongkrak kualitas pangan. Akses petani dalam memasarkan buah juga perlu bantuan. Sehingga bisa tersebar merata. Apabila pemerintah ingin menaikkan Harga Patokan Petani (HPP) tidak masalah. Justru akan baik bila berdampak bagi kesejahteraan petani.
Pemerintah juga perlu memberikan sanksi tegas terhadap importir 'nakal'. Bagi importir yang memang tak bisa memenuhi 70 persen kuota impor harus diberikan penangguhan izin. "Semua sudah tertuang dalam UU dan Peraturan Menteri, tinggal eksekusinya saja yang dipertegas," kata Ramdansyah. Saat ini total importir sebanyak 167 perusahaan. Apabila sanksi diberlakukan tegas, jumlah tersebut pasti akan berkurang tiap tahunnya.