Kamis 06 Mar 2014 13:15 WIB

Kemendagri Belum Restui Qanun Tambang

Proses bongkar muat batu bara dari kapal ke truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ahad (12/1).  (Republika/Adhi Wicaksono)
Proses bongkar muat batu bara dari kapal ke truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ahad (12/1). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, tim Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih mengkaji qanun Pertambangan Mineral dan Batubara yang diterbitkan Pemerintah Aceh.

"Sudah masuk di Kemendagri sekitar pertengahan Februari lalu. Hanya saja, saya belum tahu hasilnya seperti apa. Menunggu Pak Menteri," kata dia saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (5/3).

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memastikan pihaknya belum memberikan restu terhadap qanun tersebut. Alasannya, qanun masih harus dibahas lintas kementerian, yakni Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.

“Memang betul, Kemendagri yang mengeluarkan keputusan. Namun, sampai saat ini, qanun tersebut masih dibahas lintas kementerian. Yang saya tahu, masih di Pak Jero Wacik (Kementerian ESDM),” ujar Menteri Gamawan saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/3).

Kepastian membuat para pengusaha tambang di Aceh dapat sedikit bernafas. Sebab, harga batubara di kawasan tersebut saat ini hanya 29 dolar AS per ton. Sedangkan biaya produksinya mencapai lebih 20 dolar AS per ton. Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh mengeluhkan kondisi tersebut. Mereka menilai kondisi itu akan semakin memberatkan, jika pemerintah pusat benar-benar akan menaikan royalti yang rencananya sebesar 13,5 persen.

“Bisa dipastikan tidak ada pengusaha tambang yang bisa bertahan. Lantas kami mau makan apa," ujar Ketua Bidang Umum Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh Zen Zaeni Ahmad.

Menurut Zen, harga pasaran batubara yang diekspor ke India tersebut jauh dari harapan pengusaha. Setidaknya jika ingin menaikan royalti, tunggu sampai harga batubara di atas 100 dolar AS per ton. "Apalagi kualitas batubara di Aceh termasuk batubara yang berkalori rendah, jadi sulit jika ingin bersaing," jelas Zen. Karena itu, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kembali rencana menaikan royalti tersebut.

Sebenarnya, kata Zen, mereka tidak keberatan dengan Qanun Pertambangan Minerba Pemerintahan Aceh berkaitan dengan royalti pertambangan sebesar 3,5-6 persen diterapkan. Syaratnya pemerintah pusat tidak menaikan royalti dari lima persen menjadi 13,5 persen. "Prinsipnya kita setuju Qanun, tapi kita minta pemerintah pusat jangan menaikan royalti," ujar Zen.

Pemerintah pusat berencana menaikan royalti sama dengan kontraktor PKP2B sebesar 13,5 persen. “Alih-alih menciptakan situasi yang semakin kondusif. Rencana ini akan semakin menambah beban royalti pengusaha batubara di Aceh," ucap Zen menjelaskan. Sehingga menurut Zen jika kedua aturan ini diterapkan, maka royalti yang dibayarkan pengusaha bisa mencapai 20,5 persen. “Ini jelas diluar kemampuan kami.”

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement