REPUBLIKA.CO.ID, PUTRAJAYA -- Pemimpin oposisi Pemerintah Malaysia, Anwar Ibrahim, kembali hadir di pengadilan pada Kamis (6/3). Kembalinya Anwar dalam pengadilan itu pun terkait perkara hukum yang melibatkannya, yakni kasus sodomi.
Dikutip dari Channel NewsAsia, Kamis (6/3), Anwar harus hadir di persidangan, karena diajukannya banding oleh pemerintah terhadap pembebasan kasus yang dilakukan politikus itu.
Saat dimintai keterangan oleh media terkait persidangan hari itu, Anwar mengatakan, bahwa dipanggilnya kembali ia oleh pengadilan hanyalah taktik politik pemerintah. Anwar menilai, Pemerintah Malaysia tengah berupaya untuk merusak citranya.
''Sebenarnya sama sekali tak ada perkara bagi mereka (pemerintah). Ini jelas terlihat hanyalah politik belaka,'' kata pria berumur 66 tahun itu, saat memasuki kompleks persidangan didampingi keluarganya, di gedung Pengadilan Tinggi Putrajaya, Malaysia.
Berdasarkan penilaiannya itu, Anwar sangat tak setuju diadakannya banding. Pemanggilan dirinya ke pengadilan Kamis itu pun, bertepatan saat ia tengah bersiap untuk melaju dalam kontes pemilu.
Dalam ajang pemilihan yang akan diselenggarakan pada 23 Maret mendatang itu, Anwar akan melaju dalam bursa pemilihan di negara bagian Selangor Tengah.
Terkait pencalonannya tersebut, sejumlah pengamat mengharapkan Anwar memenangi suara terbanyak. Jika ia menang, maka Anwar bisa menjabat sebagai menteri negara, yang nantinya posisi tersebut dapat meningkatkan karir politiknya. Pengamat pun menilai, jika menang, Anwar bisa menyatukan kembali kekuatan partainya yang pernah terguncang.
Pada 2012, Anwar sempat dibebaskan atas kasus asusila yang menjeratnya itu. Sidang bandingnya Kamis ini pun sempat tertunda berkali-kali, karena bidang pertahanan negara yang gagal dalam mendiskualifikasi penasehat hukum pemerintah. Penasehat hukum itu dituduh condong terhadap koalisi yang telah lama berkuasa.
Adapun Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur sebelumnya telah memutuskan, Anwar tidak bersalah atas tindak sodomi yang didakwakan. Dalam putusannya, hakim menyatakan bukti DNA yang dihadirkan jaksa di pengadilan, tak dapat diandalkan.