REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alicia Saqina
RIYADH -- Pemerintah Arab Saudi melarang penjualan minuman berenergi yang diperjualkan di setiap fasilitas milik pemerintah. Larangan juga diberlakukan di lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan.
Seperti dikutip Al-Arabiya, selain membatasi penjualan, Arab Saudi juga melarang iklan produk tersebut, termasuk tidak boleh mensponsori acara olahraga, sosial, dan kegiatan budaya.
Peraturan baru ini disetujui dalam rapat kabinet yang digelar di Riyadh, Senin (3/3). Kebijakan tersebut mempertimbangkan dampak merugikan dari minuman penambah stamina tersebut.
Kantor berita Saudi Press (SPA) melaporkan, dalam rapat kabinet tersebut pemerintah menyetujui lima langkah untuk membatasi perederan minuman itu.
Di antaranya, pertama, melarang berbagai bentuk iklan minuman berenergi atau kampanye promosi, baik melalui media tulis, suara, serta tayangan dan gambar.
Kedua, melarang perusahaan minuman berenergi, agen, distributor, dan asosiasi pemasaran untuk mensponsori berbagai kegiatan seperti olahraga, sosial, atau budaya serta cara lain yang memungkinkan promosi. Ketiga, melarang distribusi minuman berenergi secara bebas kepada konsumen dari seluruh kelompok umur.
Keempat, melarang penjualan segala jenis minuman bernergi di seluruh restoran dan kantin yang ada di setiap gedung pemerintahan, badan pendidikan, fasilitas kesehatan, tempat olahraga, baik milik pemerintah atau swasta,
Kelima, pemilik pabrik dan importir minuman penguat stamina itu juga harus mencantumkan label khusus kecil di produk yang mereka jual. Tulisan itu berbunyi, "Peringatan minuman energi dapat memberikan efek berbahaya."
Perceraian meningkat
Secara terpisah, hakim pengadilan agama Arab Saudi mengatakan, kecanduan alkohol dan obat-obatan menjadi penyebab pria banyak menceraikan istrinya.
Di Jeddah, misalkan, akibat kecanduan tersebut, setidaknya ada 1.000 kasus perceraian dalam dua bulan terakhir akibat permasalahan itu.
Yahya bin Fahm al-Sulami, hakim pengadilan distrik untuk Jaminan dan Ikatan Perkawinan mengatakan, pemerintah seharusnya memberlakukan tes wajib bagi mereka yang ingin menikah di negara itu.
Ini untuk mencegah supaya mereka yang kecanduan alkohol ataupun obat-obatan tak seenaknya melakukan perceraian.
Banyak orang tua setuju dengan wacana tersebut. Menurut para orang tua saat ini jumlah penyalahgunaan obat-obatan di perkotaan telah meningkat.
Hana'Ahmad yang hendak menikah telah meminta pria yang meminangnya untuk menjalankan tes. “Saya hanya ingin normal, pernikahan yang bahagia,” ujarnya.