REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Merespons perkembangan krisis kemanusiaan yang semakin parah di Afrika Tengah, Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyatakan darurat kemanusiaan dunia Islam. Presiden ACT, Ahyudin telah membentuk tim khusus untuk kampanye isu kemanusiaan global ini kepada publik.
“Ini bukan sikap sektarian, tapi karena panggilan kemanusiaan memaksa kita berbuat atas fakta bahwa warga dunia yang Muslim secara massif di banyak wilayah sedang mengalami kondisi darurat,” tegas Ahyudin dalam siaran persnya kepada ROL, Kamis (6/3).
Benar, eskalasi krisis kemanusiaan global menjadi bahan perbincangan dan sikap badan dunia termasuk Perserikatan Bangsa-bangsa telah bersikap. “Sikap dalam bentuk statemen belum seberapa sukses mengerem laju penderitaan muslim di berbagai negara. Perlu sikap lebih tegas dari elemen kemanusiaan dunia,” ungkap Ahyudin tegas.
Sebut saja beberapa “top crisis” dunia. Kekerasan melanda muslim di Republik Afrika Tengah (CAR). Sudan Selatan, Somalia, Yarmuk (Suriah), Myanmar dan Palestina yang berbilang tahun tak kunjung merdeka. “Seperti ada yang salah dengan cara diplomasi kita, sehingga derita muslim di berbagai belahan dunia tak kunjung sirna. Kondisi ekstrem yang berkepanjangan ini anehnya belum kunjung menggerakkan dunia untuk menghentikan penderitaan. ACT memandang urgen, menggalang aksi solidaritas kemanusiaan untuk dunia Islam.”
Indonesia sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar dunia, tak berlebihan mengajak seluruh dunia peduli, apapun agamanya. Jangan sampai dunia basa-basi apalagi tak bersikap tegas karena penyandang krisis kemanusiaan itu muslim. Kita peduli karena sesama manusia.
“Indonesia tak bisa bersikap sekali-sekali. Kebaikan itu tuntas, bukan sekali-sekali menolong dan bersuara, tapi kemudian tak ada langkah nyata. “Mari, buktikan kita benar-benar konsisten sebagai manusia yang baik, bangsa yang baik, bukan yang sesekali baik saja. Mari, kita raih kemuliaan dengan cara memuliakan orang yang menderita, di manapun. Kini, korban-korban massif itu, umat Islam, maka tema ajakan itu Solidaritas Kemanusiaan Dunia Islam,” tegas Ahyudin.
Sebelumnya, Human Right Watch mengatakan populasi minoritas Muslim di Afrika Tengah telah menjadi sasaran gelombang kekerasan tanpa henti yang terkoordinasi. "Memaksa komunitas tersebut meninggalkan negara itu," tulis Human Right Watch.
Antonio Guterres, kepala Badan Pengungsi PBB, mengatakan, dia telah melihat bencana kemanusiaan dengan proporsi tak terkatakan di Afrika Tengah. "Pembersihan masif etno-religius," sebut dia. Guterres menyebutkan pembunuhan tanpa pandang bulu dan pembantaian telah terjadi, dengan kebiadaban dan kebrutalan yang mengejutkan.
"Sangat menyedihkan bahwa hampir setengah juta orang Afrika Tengah telantar, sejak Desember 2013 saja. Total (sejak konflik terjadi), ada 2,5 juta orang," kata Guterres. Puluhan ribu orang, ujar dia, mengungsi dari kampungnya tetapi kemudian terjebak tanpa tujuan. Di Bangui saja, kata dia, ribuan orang berada di dalam ghetto dengan kondisi memprihatinkan.