REPUBLIKA.CO.ID, llmu amat tinggi kedudukannya di dalam Islam. Demikian pula mereka yang mengajarkan dan menyebarkannya.
Tak sedikit orang pandai, namun banyak yang lupa kepada guru yang sudah mengajarkannya, seolah-olah kepandaian dan kekayaan ilmunya menjadi dengan sendirinya tanpa sentuhan dan doa para guru.
Memuliakan guru
“Islam sangat menganjurkan agar umatnya menghormati para ulama dan guru-guru mereka,” jelas Ketua Pelaksana Majlis Azzikra, Ustaz Abdul Syukur Yusuf, kepada Republika, Selasa (23/3).
Dia mengatakan, Syaikh az-Zarnuji dalam kitab Ta'lim Muta'allim menjelaskan bagaimana cara menghormati guru, di antaranya tidak boleh berjalan di depan gurunya, tidak duduk di tempat yang diduduki gurunya, bila di hadapan gurunya tidak memulai pembicaraan kecuali atas izinnya.
“Ini hanya contoh, tidak mutlak seperti itu,” jelasnya. Banyak cara menunjukkan kecintaan atau penghormatan kepada guru. Yang kerap dilakukan saat ini adalah mencium tangan guru. Ada juga murid yang mengekspresikan kecintaan kepada guru dengan diam. Namun, di dalam hatinya penuh kecintaan kepada guru.
Yang paling penting, menurutnya, adalah rendah diri. Murid harus berendah diri atau tawadhu. Ilmu tidak akan dapat diperoleh secara sempurna kecuali dengan diiringi sifat tawadhu murid terhadap gurunya.
Keridhaan guru terhadap murid akan membantu proses penyerapan ilmu. Tawadhu murid terhadap guru merupakan cermin ketinggian sifat mulia si murid. Sikap tunduk murid kepada guru merupakan kemuliaan dan kehormatan baginya.
Perilaku para sahabat, yang memperoleh pendidikan langsung dari Rasulullah SAW, patut dijadikan contoh. Ibnu Abbas, sahabat mulia yang amat dekat dengan Rasulullah mempersilakan Zaid Bin Tsabit untuk naik di atas kendaraannya, sedangkan ia sendiri yang menuntunnya.
“Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami,” ucap Ibnu Abbas. Zaid bin Tsabit sendiri mencium tangan Ibnu Abbas. “Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ahli bait Rasulullah,” balas Zaid.
Para generasi salaf sangat hormat terhadap ulama mereka. Terhadap Said bin Musayyib, fakih tabi’in, orang-orang tidak akan bertanya sesuatu kepadanya kecuali meminta izin terlebih dahulu, seperti layaknya seseorang yang sedang berhadapan dengan khalifah.
Pengasuh Pondok Pesantren Al Aziziyah, Denanyar, Jombang, Jawa Timur, KH Aziz Masyhuri meminta agar para pencari ilmu menghormati guru mereka. Guru adalah perantara utama tersalurkannya ilmu. Tunaikan hak-hak mereka. Jaga etika bertanya.
Adab bertanya kepada guru penting diperhatikan. Mengajukan pertanyaan kepada guru hendaknya tidak dimaksudkan untuk mengusili atau mengerjai sang guru. "Ini sangat tidak etis," katanya.
Termasuk adab dan penghormatan terhadap guru, ungkapnya, ialah menutupi aib. Laksanakan perintah guru, selama itu tidak bertentangan dengan rambu-rambu yang digariskan oleh Allah SWT. Ia menukilkan kisah dari Imam Syafi'i.
Konon, pendiri Mazhab Syafi'i itu sangat hormat terhadap para gurunya. Satu di antaranya ialah Imam Malik. Dikisahkan, pencetus Mazhab Syafi'i itu selalu berhati-hati membuka lembaran kitab jika berada di depan sang guru, Imam Malik. "Aku tidak ingin membuatnya terusik dengan gesekan kertas," kata Syafi'i.