REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Batam melarang empat perusahaan galangan kapal beroperasi melakukan pencucian kapal dengan sandblasting karena ditengarai aktif menggunakan pasir silika hingga mencemarkan lingkungan sekitar.
"Yang empat perusahaan ini kami larang melakukan sandblasting menggunakan bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan," kata Kepala Bapedalda Batam Dendi Purnomo di Batam, Jumat (7/3).
Bapedalda menyelidiki pencemaran lingkungan yang terjadi di Pulau Buluh. Dari penyelidikan itu, diketahui pencemaran lingkungan dilakukan 19 perusahaan galangan yang terdapat di Kawasan Sagulung, seberang Pulau Buluh. Dari penyelidikan itu, diketahui 12 dari 19 perusahaan itu menggunakan pasir silika sebagai bahan pencucian kapal, dan empat di antaranya sangat aktif menggunakan pasir silika.
Bapedalda tengah melakukan penyelidikan lanjutan terhadap empat perusahaan galangan kapal yang telah membuat debu berterbangan di pemukiman warga Pulau Buluh. "Kami sedang proses pulbaket, pengumpulan bahan keterangan," kata Dendi.
Jika terbukti menggunakan pasir silika, maka empat perusahaan itu bisa terancam pidana karena melanggar UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009.
Berdasarkan pantauan Bapedaleda, kualitas udara di Pulau Buluh sudah di atas ambang kewajaran. Jika batang ambas kandungan debu sebesar 220 ppm, maka Bapedalda menemukan kandungan debu hingga 280 ppm.
Warga Pulau Buluh, Nurhasni mengatakan dalam sebulan terakhir sudah tiga orang meninggal dunia akibat penyakit paru-paru. Seorang di antaranya anak-anak usia 6 tahun.
Menurut Nurhasni, dalam hasil ronsen, terlihat bagian paru-paru warga terlihat menghitam. "Ini gara-gara debu sandblast, apa lagi," kata dia.
Warga Pulau Buluh lainnya, Rahmat, mengatakan selain tiga orang meninggal, ada banyak warga pulau lainnya yang sakit batuk. "Ini bukan baru saja terjadi, melainkan sudah lama, bertahun-tahun yang lalu," kata dia.