REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara menggelar pemilihan umum anggota parlemen Majelis Rakyat Agung, Ahad (9/3) waktu setempat. Namun, masyarakat mendatangi tempat pemungutan suara untuk persetujuan legislatif nasional baru.
Di kertas suara hanya berisi tulisan ‘Ya’ dan ‘Tidak’. Dikutip dari BBC, masing-masing dari 687 distrik hanya memiliki satu kandidat untuk parlemen. Semua poster kampanye di ibu kota Pyongyang mendesak suara ‘Ya’ untuk sang kandidat.
Pengamat mengatakan ini adalah kesempatan untuk melihat siapa yang berada dalam kepemimpinan mau pun tidak. Majelis Agung Rakyat nantinya menjalankan kepengurusan selama lima tahun. Namun, para anggota jarang sekali bertemu, biasanya hanya satu tahun satu kali.
Pemungutan suara di Korea dianggap sebagai sesuatu yang wajib. Pengamat mengatakan pemilu berperan sebagai alat ukur pihak berwenang untuk memeriksa populasi dan memperketat kontrol pemerintah. Dalam pemilu sebelumnya pada Maret 2009, terpilih 687 deputi dari setiap distrik.
Jumlah ini dinilai kuat di bawah konstitusi Korea Utara, namun pada kenyataannya mereka tetep lemah dalam kekuatan politik. Kim Jong Un sendiri dilaporkan terdaftar sebagai calon di Gunung Paekdu, sebuah kota yang berbatasan dengan Cina.
Pemilu ini adalah pemilu pertama yang diselenggarakan di bawah kepemimpinan Kim Jong Un. Ia memerintah sejak Desember 2011 setelah kematian ayahnya, Kim Jong Il. Ketua pantia persiapan pemilihan di salah satu distrik, Hyon Byong Chol mengatakan pemilihan kali ini cukup berarti karena pertama kalinya diselenggarakan di bawah kepemimpinan Kim.
Dikutip dari kantor berita AP, hasil pemilihan biasanya diumumkan di hari berikutnya. Sementara parlemen baru diharapkan sudah diperkenalkan pada bulan depan. Belum ada keterangan tanggal yang secara resmi diumumkan.
Pemungutan suara ini diselenggarakan tiga bulan setelah eksekusi brutal dan tiba-tiba terhadap paman Kim Jong Un, Chand Song Thaek. Korea Utara mengumumkan 13 Desember adalah hari eksekusi terhadap Chang yang menurut Kim melakukan penghianatan.