REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Interim Mesir Adly Mansour mengesahkan undang-undang baru pemilihan umum di Mesir, Sabtu (8/3). Namun kebijakan tersebut ditentang beberapa pihak karena dianggap tak sesuai dengan konstitusi.
Penasihat hukum Mansour, Ali Awad mengumumkan hal tersebut di televisi negara Mesir. Menurutnya komisi pemilihan diperkirakan akan segera menetapkan tanggal pemungutan suara pada April. Hal ini membuka pintu bagi para capres untuk melaju ke pemilihan. Pemilu merupakan langkah penting dalam rencana transisi yang dikelola otoritas sementara Mesir. Namun, undang-undang baru yang menyatakan keputusan komisi pemilihan dilindungi dari tantangan hukum memicu kontroversi.
Salah satu pengadilan tinggi Mesir dan calon presiden potensial menentang hal keputusan tersebut. Awad mengatakan, Mansour membuat keputusan tersebut setelah meninjau semua pendapat hukum dan setelah kabinet menyiapkan rancangan undang-undang.
Menurutnya ini penting dalam pemerintahan transisi demi mencegah penundaan pemilihan parlemen dan presiden. Mengingat konstitusi baru memerintahkan pemilihan umum harus digelar paling lambat paruh kedua Juli.
Awad menambahkan, hukum baru juga menetapkan bahwa jika salah satu kandidat mundur atau jika kandidat hanya satu orang dan calon lain drop out, maka calon tersebut harus memenangkan sedikitnya lima persen dari jumlah suara terdaftar. Sejauh ini ada lebih dari 50 juta pemilih berhak di Mesir.
Dilansir dari Al-Ahram, salah satu yang paling vokal menentang undang-undang baru adalah calon presiden resmi Hamdeen Sabbahi.
"Undang-undang yang dikeluarkan telah memberikan kekebalan pada keputusan Komisi Pemilihan Presiden dari banding ke pengadilan. Ini merupakan masalah yang mengkhawatirkan dan membangkitkan keraguan mengenai transparansi dan keseriusan proses pemilu," ujarnya, Sabtu sore.
Ia menentang pasal 7 undang-undang itu yang menyebut, keputusan komisi pemilu tak bisa dibanding di pengadilan. Sabbahi meminta Mansour membatalkan undang-undang yang dianggapnya tak sesuai konstitusi.
Sementara kritikus menuduh hukum baru melanggar pasal 97 dari konstitusi Mesir. Di pasal tersebut menyatakan perintah administratif bertanggung jawab untuk banding peradilan.
Sabbahi lebih lanjut mengatakan, akan tetap meminta komitmen negara untuk masalah transparasi proses pemilu dan netralitas lembaga serta aparat negara. Sementara itu, ia tetap melanjutkan persiapannya menyambut pemilu.