REPUBLIKA.CO.ID, KUTA-- Wisatawan yang sedang berlibur di Pantai Kuta, Bali, diizinkan melakukan aktivitas untuk mengisi kegiatan kosong saat Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1936 pada 31 Maret 2014. "Kami tak melarang setiap hotel membuat kegiatan saat Nyepi asalkan kegiatannya tidak menimbulkan kegaduhan, tidak mengganggu orang lain, dan tidak keluar wilayah hotel," kata Kepala Desa Adat Kuta, I Wayan Swarsa, Senin.
Menurut dia, kegiatan yang dilakukan para wisatawan di dalam hotel tempat menginap itu merupakan privasi mereka masing-masing. Namun pihaknya tetap akan melakukan pemantauan agar tidak ada wisatawan atau pegawai hotel yang melanggar aturan pelaksanaan Hari Raya Nyepi.
Selain itu, dia juga mengingatkan kepada pengelola hotel agar tidak menghidupkan lampu atau penerangan lainnya selama 24 jam penuh selama pelaksanaan Hari Raya Nyepi. "Jika ada pengguni yang sakit sebaiknya segera mengajukan dispensasi untuk bisa menyalakan lampu dengan catatan agar meminimalkan dan tidak terlalu menonjol dari luar ruangan," ujarnya.
Sementara itu, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), majelis tertinggi umat Hindu di Bali mengeluarkan pedoman tentang pelaksanaan Nyepi. "Pedoman tersebut merupakan hasil rapat pengurus harian dan anggota Forum Welaka (kelompok pemikir) PHDI Bali tentang perayaan Hari Suci Nyepi tahun baru saka 1936," kata Ketua PHDI Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana.
Rangkaian Nyepi disesuaikan dengan tempat, waktu, dan keadaan di desa adat, termasuk tradisi di masing-masing desa adat di Pulau Dewata. Kegiatan tersebut diawali dengan mengadakan prosesi melasti di kawasan pantai yang bermakna membersihkan "pratima" atau benda yang disakralkan oleh umat Hindu.
Tidak hanya ke pantai, "melasti" juga bisa dilakukan ke tepi danau atau sumber mata air (kelebutan) yang dianggap suci. "Ritual ini dilakukan umat pada salah satu dari dua hari yang ditetapkan, yakni Minggu (30/3) dan Senin (31/3).