REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Himsa Siburian mengimbau dua kelompok warga Djayanti-Mayon, Distrik Kuala Kencana, segera menghentikan konflik karena hal itu hanya akan merugikan masyarakat sendiri.
"Agama apapun tidak membenarkan adanya konflik dan saling membunuh," kata Brigjen Himsa Siburian saat menemui dua kelompok massa yang terlibat bentrokan di Djayanti-Mayon, Kuala Kencana, Timika, Senin.
Mantan Komandan Kodim 1710 Mimika periode 2003-2004 itu mengaku prihatin dengan masih terus terjadinya konflik antarsuku di Papua, terutama di Mimika.
"Saya benar-benar kasihan melihat masyarakat kita masih saling membunuh di medan konflik. Konflik seperti ini untuk apa. Kalau ada permasalahan, musyawarakan dengan baik untuk mencari jalan keluar tanpa harus melalui kekerasan," katanya.
Ia menegaskan, upaya penyelesaian masalah melalui jalan musyawarah dan berdamai jauh lebih bermartabat, daripada menyelesaikan persoalan di medan laga. Pertikaian, katanya, hanya membawa penderitaan bagi warga sendiri.
"Apakah mereka yang terkena anak panah lalu masuk rumah sakit itu merasa enak. Tentu tidak, semua pasti menderita," tuturnya.
Bentrokan antara warga Suku Moni dan Dani di kompleks Djayanti-Mayon, Kuala Kencana, Timika, sudah berlangsung lebih dari sebulan. Bentrok dua kelompok warga ini bermula dari sengketa kepemilikan lahan hak ulayat di sekitar Kali Kamoro, Jalan Trans Timika-Paniai.
Selama bentrokan berlangsung, sudah empat warga meninggal dunia, satu dari Suku Moni dan tiga dari Suku Dani-Damal. Sementara ratusan orang lainnya terluka akibat terkena anak panah dan sabetan senjata tajam. Puluhan korban terluka dari dua belah pihak hingga saat ini masih menjalani perawatan intensif di RSUD Mimika dan Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika.
Saat menerima kunjungan Kasdam XVII/Cenderawasih, massa dari salah satu kelompok meminta waktu selama satu minggu kepada aparat untuk menuntaskan dendam mereka kepada kelompok lainnya.
Sebelum kedatangan Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Himsa Siburian dan rombongan, warga kedua kelompok terlibat aksi saling serang dengan senjata tradisional mulai Senin pagi hingga sekitar pukul 10.00 WIT.