REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Jilbab Bali resmi melaporkan kasus pelarangan jilbab di Bali ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sebagai penyelenggara negara, sekolah negeri yang melarang jilbab dianggap melakukan pelanggaran berat.
Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Kebebasan Berpendapat, Rita Pranawati, menjelaskan menjalankan keyakinan agama adalah hak yang tidak bisa dikurangi siapapun. Negara hanya bertugas untuk mengatur, tidak mengurangi. Undang-undang dasar juga sudah mengatur itu.
Sekolah negeri merupakan bagian negara yang punya posisi netral. KPAI mungkin bisa memaklumi jika pelarangan itu dilakukan di sekolah khusus agama. ‘’Ini pelanggaran karena pelakunya alat negara. Ini pelanggaran berat, human right crime,’’ ungkap Rita saat ditemui di Kantor KPAI, Selasa (11/3).
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlidungan anak, anak-anak boleh memilih dan diasuh orang tua yang satu agama. Anak-anak juga berhak tumbuh berkembang sesuai usianya. Kebebasan berpendapat anak-anak juga dihargai, termasuk perlindungan dari diskriminasi.
‘’Jika dengan menggunakan jilbab siswa didiskriminasi, ini adalah bentuk kekerasan psikis dan mental. Ini tidak boleh dilakukan,’’ kata Rita, Senin (10/3).