Selasa 11 Mar 2014 16:59 WIB

Deddy Kusdinar Divonis 6 Tahun

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
 Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Deddy Kusdinar menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (11/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Deddy Kusdinar menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (11/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis penjara selama enam tahun kepada terdakwa Deddy Kusdinar. Vonis disusul dengan pembayaran denda sebesar Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Majelis menyatakan, Deddy terbukti secara sah dan menurut hukum telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut. "Mengadili dan menyatakan terdakwa bersalah, atas perbuatannya dan untuk tetap menyatakan terdakwa berada dalam penahanan, " kata Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto, saat membacakan vonis, di PN Tipikor, Jakarta, Selasa (11/3).

Selain itu, hakim juga memaksa Deddy untuk membayar denda senilai Rp 300 juta. Denda, adalah uang pengganti lantaran kerugian negara akibat perbuatannya. Ditegaskan hakim, jika denda tidak dipenuhi selama satu bulan pascainkrah putusan Deddy diancam pidana tambahan enam bulan penjara.

Vonis, sebenarnya lebih ringan dari tuntutan jaksa. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awalnya, dalam penuntutan, jaksa mendesak majelis agar memenjarakan Deddy selama sembilan tahun penjara.

Dalam tuntutan, jaksa menyasar Deddy dengan dua tuduhan. Pada tuntutan pertama, jaksa menggunakan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU 20/2001 tentang tipikor, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. Dan kedua, jaksa menggunakan pasal 3 juncto pasal UU tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Akan tetapi, vonis dari majelis tidak mengabulkan tuntutan pertama. Putusan majelis mengatakan, perbuatan terdakwa hanya memenuhi unsur perbuatan pidana seperti dalam Pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Hakim Sutyo menerangkan, perbuatan Deddy punya tujuan untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain, atau suatu korporasi. Dikatakan hakim, perbuatan terdakwa sebagai penyelenggara negara juga telah memperkaya sembilan dan 32 sub korporasi jasa dan konsultan proyek pembangunan kontstruksi P3SON Hambalang.

Soal memperkaya diri sendiri, Hakim Anwar menerangkan, Deddy sebagai Kabiro Perencanaan Keuangan dan Rumah Tangga di Sekertariatan Kemenpora, juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 2010, mengetahui, nilai dana  pembangunan P3SON Hambalang.

Dari proyek itu, pengaturan tender yang dilakukan olehnya membawa uang senilai Rp 300 juta ke rekening pribadinya. Uang tersebut, didapat dari, pertama Lisa Lukitawati. Lusi adalah salah satu anggota tim prarencana pembangunan di P3SON Hambalang.

Lusi, selaku konsultan peralatan kesehatan dan Direktur CV Rifa Medika, mengirimkan uang senilai Rp 40 juta, agar dapat masuk dalam pengadaan barang dan jasa di P3SON.Selain itu, Deddy juga mendapatkan dana Rp 10 juta dari PT Ciriajasa Cipta Mandiri (CCM). Terbesar dibuktikan, dari PT Global Daya Manunggal (GDM) Rp 250 juta.

Hakim juga mengatakan, terdakwa menjadi kordinator tim asistensi dan kepala tim utama rencana pembangunan P3SON. Deddy ditunjuk sebagai kepala pembangunan atas perintah dari Sesmenpora Wafid Muharam. Dalam tugas, Deddy dikatakan banyak berkomunikasi dengan Choel Malarangeng.

Choel adalah adik kandung Menpora Andi Alfian Malarangeng. Penjelasan amar majelis diterangkan, Choel kenal Deddy dari perantara Wafid. Dikatakan, perkenalan antara Wafid dan Choel dimaksudkan oleh Andi untuk membantu Kemenpora di proyek P3SON Hambalang.

"Adik saya (Choel) akan banyak membantu untuk urusan di Kemenpora (terkait P3SON Hambalang). Kalau ada yang mau dikonsultasikan silahkan ke Choel," ujar hakim, menceritakan perkenalan itu. Selanjutnya, dikatakan hakim, Wafid sengaja mengenalkan Choel dengan Deddy di ruang kerja Menpora pada akhir 2009.

Atas perbuatannya itu, sambung hakim negara mengalami kerugian sebesar Rp 463.668 miliar. Angka itu didapat dari pembayaran Kemenpora kepada KSO Adhi Wika, sebagai konsorsium gabungan antara AK dan Wijaya Karya (WK) di pembangunan konstruksi P3SON.

Usai dibacakan vonis, Deddy mengaku mengerti hukuman yang dijatuhkan. Dia bersama kuasa hukumnya mengatakan belum akan mengajukan banding. "Saya akan pikir-pikir dahulu untuk ajukan banding," kata dia. Meski mengerti, Deddy mengatakan syok atas vonis itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement