REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Majelis hakim menjatuhkan vonis bersalah pada Deddy Kusdinar terkait kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang. Mantan Kepala Biro Perencanaan Kemenpora itu dinilai telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan sejumlah nama lainnya.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi mengatakan, putusan hakim dapat memberikan pengaruh untuk pengembangan perkara dugaan korupsi proyek di Hambalang. Kata bersama-sama dalam putusan hakim dapat menjadi dasar KPK untuk mendalami dugaan keterlibatan pihak lain. "Ini bisa ditindaklanjuti oleh KPK tentu saja," kata dia, di kantornya, Jakarta, Selasa (11/3).
Namun, Johan mengatakan, KPK masih harus mempelajari konteks 'bersama-sama' dalam putusan hakim. Selain itu, ia mengatakan, putusan itu baru ditindaklanjuti ketika sudah berkekuatan hukum tetap. Karena saat ini, ia mengatakan, baru sampai putusan pada pengadilan tingkat pertama dan masih terbuka proses hukum berikutnya. "Yang pasti, bisa putusan hakim menjadi langkah lanjutan yang dilakukan oleh KPK," kata dia.
Menurut Johan, kasus dugaan korupsi di Hambalang ini tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan. Selama ini, memang bukan hanya Deddy yang menjadi tersangka. KPK juga sudah menetapkan mantan Menpora Andi Mallarangeng, eks Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi-Karya Teuku Bagus M Noor, dan Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso, sebagai tersangka. "(Kasus) Hambalang ini memang bukan tersangka tunggal," ujar Johan.
Majelis hakim menilai Deddy telah bersalah sebagaimana dalam dakwaan kedua. Dalam dakwaan kedua ini, ada sejumlah nama yang disebut bersama-sama dengan Deddy melakukan tindak pidana korupsi. Selain nama-nama yang sudah menjadi tersangka, ada juga mantan Sesmenpora Wafid Muharam, Choel Mallarangeng, tim asistensi proyek di Hambalang Lisa Lukitawati Isa, Komisaris PT Methapora Solusi Global dan Paul Nelwan.
Deddy dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidiana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Deddy divonis enam tahun penjara. Ia juga dikenakan denda Rp 100 juta subsidair tiga bulan kurungan. Selain itu, ia juga dikenakan pidana tambahan dengan membayar Rp 300 juta.
Atas putusan ini, Johan mengatakan, KPK menghormati proses hukum di pengadilan. Memang, ia mengatakan, putusan hakim berbeda dengan tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Deddy dengan pidana penjara sembilan tahun. "KPK belum memutuskan untuk banding atau tidak. Jadi masih dipelajari, masih dipikir-pikir dari putusan hakim itu," kata dia.