REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Korea Selatan pada Rabu berada di bawah tekanan untuk mundur karena adanya sebuah skandal dengan konsekuensi politik yang terkait dengan pemalsuan bukti dalam kasus spionase.
Badan Intelijen Nasional Korsel, NIS, telah dituduh memalsukan dokumen - termasuk catatan kontrol perbatasan Cina - untuk membuat suatu kasus spionase melawan seorang mantan pejabat Kota Seoul yang melarikan diri ke Korea Selatan dari Korea Utara pada 2004.
Cina sendiri telah mengkonfirmasi bahwa dokumen-dokumen yang ditunjukkan NIS tidak otentik, dan hal itu membuat pihak NIS membantah tuduhan bahwa mereka melakukan pemalsuan kasus.
Pekan lalu, kasus itu menjadi dramatis ketika seorang informan NIS, yang terkait dengan tindak pemalsuan, mencoba bunuh diri. Namun, dia selamat dan akhirnya ditangkap oleh pihak kejaksaan Korsel pada Rabu.
President Korsel Park Geun-Hye pada Senin (10/3) menyatakan "penyesalan mendalam" atas skandal itu dan menyerukan penyelidikan menyeluruh. Beberapa jam kemudian, kejaksaan Korsel menggerebek markas NIS yang terletak di selatan Seoul.
Menjelang pemilu lokal pada awal Juni, anggota parlemen dari partai penguasa, Partai Saenuri, telah meminta Direktur NIS Nam Jae-Joon untuk mengundurkan diri.
"Ini adalah masalah yang sangat mengganggu. Saya terkejut melihat dugaan pemalsuan dan upaya menutup-nutupi yang dilakukan NIS," kata anggota parlemen senior dari Partai Saenuri, Shim Jae-Chul, dalam pertemuan petinggi partai.
"Tampaknya tak terelakkan bagi Direktur Nam untuk bertanggung jawab atas skandal ini," ujar Shim.
Skandal pemalsuan kasus spionase itu merupakan kasus sensitif bagi President Park yang telah menunjuk Nam menjadi direktur NIS pada tahun lalu.
Badan intelijen Korsel, yang telah mengalami pergantian nama beberapa kali selama bertahun-tahun, secara khusus dalam beberapa dekade memiliki reputasi terkenal melakukan praktik pemerintahan otoriter sebelum Korea Selatan memasuki era demokrasi pada 1980-an.
Reputasi NIS sekarang ini juga telah dinodai oleh serangkaian skandal, salah satu yang terbaru adalah adanya pengakuan beberapa agen mata-mata bahwa mereka telah ikut campur dalam pemilihan presiden 2012.
Won Sei-Hoon, kepala NIS pendahulu Nam, juga telah divonis bulan lalu karena menerima suap dan dipenjara selama dua tahun.
Won menghadapi tuduhan terpisah atas skandal campur tangan dalam pemilu, dengan tuduhan mengorganisir "kampanye hitam" (black campaign) secara online untuk menjatuhkan kandidat partai oposisi.