Rabu 12 Mar 2014 17:21 WIB

Kementerian ESDM Siap Hadapi Gugatan Arbitrase

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
area pertambangan
Foto: Republika
area pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap bersikukuh bagi perusahaan tambang yang tidak membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam negeri tidak boleh ekspor pada 2017 dan akan terkena bea keluar. Bagi perusahaan tambang yang akan mengajukan gugatan ke arbitrase, Kementerian tersebut siap untuk menghadapinya.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Dede Suhendra mengatakan, para pengusaha tambang telah diberikan waktu yang cukup untuk membangun smelter. Karena itu peraturan, para pengusaha tambang tersebut harus mengikuti aturan agar bisa ekspor mineral.

Menurut Dede, seluruh pengusaha tambang telah menandatangani pakta integritas akan mengikuti aturan tersebut. Alhasil, apabila mereka mengajukan gugatan arbitrase terkait bea keluar maka akan rancu. Pasalnya, mereka sudah menyetujui akan membangun smelter. Walau sudah diberikan tenggat dari 2009-2014, diberikan tambahan waktu hingga 2017.

Dia mengatakan, pemerintah tidak berniat membangkrutkan para pengusaha tambang. Tujuan pengolahan dan pemurnian tersebut untuk menjaga cadangan dan harga mineral di pasaran. Pasalnya, dengan diolah, selain harga akan lebih tinggi juga pengerukan tambang tidak akan terlalu besar dibandingkan ekspor bahan mineral mentah.

Bea keluar dianggap merugikan pengusaha tambang, menurut Dede, Kementerian Keuangan telah memiliki perhitungannya sendiri. Namun, ke depannya larangan ekspor bahan mentah akan menguntungkan pengusaha tambang dan pemerintah.

Pemerintah tegas melarang ekspor bahan mentah hasil tambang sejak 12 Januari lalu melalui UU No 4 Tahun 2009, peraturan pemerintah dan keputusan menteri. Ekspor masih diperbolehkan dengan kadar pemurnian tertentu dan jumlah terbatas, namun Kementerian Keuangan mengenakan bea keluar. Tarifnya 20-25 persen dan akan terus naik secara progresif setiap enam bulan sampai batas 60 persen pada akhir 2016.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement