REPUBLIKA.CO.ID, GUANTANAMO-- Aksi mogok makan para tahanan Guantanamo merupakan bentuk penyiksaan yang dikenal sebagai 'pengobatan air' dan dulunya sering digunakan di Spanyol. Kasus ini telah diajukan pada Selasa di pengadilan distrik AS yang memiliki wilayah hukum Guantanamo.
Kasus ini dibawa atas nama Emad Abdullah Hassan, warga Yaman yang telah melakukan aksi mogok makan di kamp penahanan sejak 2005 dan berlanjut pada 2007. Menurut pengacaranya, Hassan telah dipaksa makan lebih dari lima ribu kali dalam periode itu. Pemaksaan makan itu dinilai dilakukan dengan kasar dan ilegal berdasarkan hukum internasional.
Bahkan, pemaksaan itu juga dinilai sebagai bentuk dari penyiksaan. Perintah tertulis pengadilan untuk menghentikan praktik penyiksaan itu pun tertunda. Hasan dan pengacaranya menyebut penyiksaan tersebut mirip dengan penyiksaan pada abad pertengahan yakni 'pengobatan air'.
Dalam penyiksaan ini, terdapat lebih banyak cairan yang masuk ke dalam perut para tahanan dengan kecepatan yang tinggi, sehingga menyebabkan rasa sakit yang parah. Sebanyak 2.300 mil air pun dimasukkan melalui selang hanya dalam waktu singkat, yakni sekitar 20-30 menit.
Metode ini pun dinilai tidak sesuai dengan standar perawatan media oleh seorang pensiunan dokter militer Stephen Xenakis. Langkah hukum yang diambil oleh Hasan ini pun menegaskan bahwa tujuannya melakukan mogok makan bukan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Ia sendiri tidak ingin mati. Namun, tindakannya ini terinspirasi oleh, salah satunya, Mahatma Gandhi yang melakukan protes dengan damai untuk menentang penahanan yang dilakukan tanpa tuduhan atau pemeriksaan pengadilan.
Pengacara Hassan pun berpendapat praktik pemaksaan pemberian makanan ini dapat ditemukan dalam peraturan penjara di biro federal AS. Mereka menetapkan bahwa tahanan akan dipaksa untuk makan jika dokter mengatakan bahwa mereka menghadapi resiko kematian.
Langkah hukum ini dinilai merupakan hal penting yang harus dilakukan menyusul keputusan pengadilan federal yang mengizinkan praktik tersebut tetap dilakukan. Hal ini tentu saja membuka jalan untuk melaksanakan sidang yang komprehensif di sistem peradilan AS terkait keabsahan dan kepatutan pemaksaan pemberian makan oleh angkatan militer di Guantanamo.
Hassan sendiri telah dibawa oleh pasukan keamanan Pakistan pada Februari 2002, setelah melakukan perjalanan dari negara asalnya Yaman ke Faisalbad. Dia telah ditahan tanpa tuduhan selama hampir 12 tahun di Guantanamo, walaupun kenyataannya ia dibebaskan pada 2009.
Langkah hukum ini juga dilakukan bersama dengan kesaksian dari Clive Stafford Smith, pendiri organisasi HAM, yang memberikan gambaran mengerikan secara detail tentang pengobatan Hassan oleh para penjaga militer AS dan dokter-dokter kemiliteran dalam rezim itu.
Sejak November 2005, pengacara menilai tehnik tersebut digunakan untuk menimbulkan rasa sakit dan dilakukan untuk menghina para tahanan agar berhenti melakukan mogok makan.
Teknik-teknik yang dilakukan tersebut seperti:
- menggunakan selang makanan yang terlalu besar untuk dimasukkan ke dalam hidung para tahanan sehingga menyebabkan rasa sakit.
- memaksa memasukkan dan mengeluarkan selang makanan setiap kali makan, sehingga para tahanan mengalami penderitaan setiap harinya.
- menahan Hassan dan para tahanan lainnya di sebuah kursi, dimana kaki, tangan, pinggang, dan kepala diikat erat.
- memberikan obat pencahar kepada para tahanan diwaktu yang sama ketika mereka dipaksa untuk makan. Sehingga mereka merasa ingin buang air besar saat mereka ditahan dan diikat di sebuah kursi.