REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Pejabat Presiden Ukraina, Oleksandr Turchynov, mengatakan negaranya tidak akan menggunakan kekuatan militer untuk menghentikan usaha Krimea melakukan referendum.
Turchynov menggambarkan referendum pemisahan diri itu hanyalah kedok dan palsu dimana hasil akhirnya bisa saja disabotase dan dimenangkan oleh Kremlin (sebutan untuk istana presiden Rusia).
"Kami tidak akan libatkan militer di Krimea karena Ukraina tidak akan terlindungi di sana. Apa yang mereka sebut referendum itu tidak akan terjadi di Krimea, sebab hasil akhirnya sudah ditentukan oleh Kremlin," ujar Turchynov, dilansir dari the Guardian, Kamis (13/3).
Pasukan militer Rusia sudah menancapkan jangkarnya di Semenjanjung Krimea. Tampaknya semua yang ada di sana sudah siap memberikan suara dalam referendum yang bakal digelar Ahad waktu setempat. Mereka bersiap untuk bergabung dengan Rusia.
Uni Eropa bersiap memberlakukan larangan perjalanan (visa) dan membekukan aset pejabat Rusia, termasuk perwira militernya yang terlibat dalam pendudukan Krimea mulai Senin pekan depan. Hal itu pasti terjadi jika Moskow tetap menolak untuk membentuk tim dialog dengan Ukraina.
"Sayangnya, saat ini Rusia menolak solusi diplomatik dalam mengatasi konflik ini," ujar Turchynov.
Parlemen Ukraina mengingatkan majelis regional di Krimea untuk membatalkan referendum yang sejatinya dikutuk oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat sebagai aksi ilegal.
Namun, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan itu adalah legal dan mereka akan menghormati hasil pemungutan suara.