REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Terungkapnya perdagangan 14 ribu video porno online yang melibatkan anak–anak atau child pornography online oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri di Bandung, Jawa Barat, (Jabar) pada Senin (24/2) lalu mengejutkan banyak kalangan,masyarakat. Apalagi bisnis situs porno yang melibatkan anak-anak ini sudah berlangsung sejak tahun 2012.
''Disatu sisi saya lega kasus ini bisa terungkap, karena mungkin bisa menghentikan keterlibatan anak-anak dalam video porno. Namun disisi lain ini sangat memprihatikan. Kenapa pelaku pembuat atau penjual video porno tega melibatkan anak-anak,'' ujar Sosiolog Raphy Uli Tobing kepada Republika saat ditemui di acara Youthpreneur Festival 2014 di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (13/3).
Lanjut Raphy, persoalan video porno anak-anak memang sangat sulit untuk diselesaikan. Perlu kerja keras dari masyarakat dan Polisi untuk memberantas peredaraan video porno karena hal ini akan sangat merusak moral anak bangsa. ''Terhadap pelaku penyebaran dan pembuat video porno anak-anak harus di hukum seberat mungkin karena sudah merusak masa depan mereka,'' ujar alumni Columbia University, New York, Amerika Serikat ini.
Dituturkan Raphy, untuk memberantas kejahatan pornografi Indonesia harus tegas. Indonesia bisa mencontoh apa yang dilakukan Negara lain untuk memberantas aksi pornografi. ''Segala usaha harus dilakukan untuk menangani kasus pornografi, apalagi yang melibatkan anak-anak. Pemerintah dan aparat hukum harus bertindak cepat dalam memburu pelaku pembuatan dan penjualan video porno anak-anak. Aparat kepolisian kalau ingin menangkap pelaku pornografi harus seperti memburu teroris. Selain itu hukuman untuk pelaku pornografi juga harus seberat-beratnya,'' tuturnya.