Kamis 13 Mar 2014 15:27 WIB

Masjid Al-Jabr, Masjid Tropis di Selatan Jakarta (1)

Masjid Al-Jabr di Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Masjid Al-Jabr di Jakarta Selatan.

Oleh: Mohammad Akbar

Tampilan masjid yang serba terbuka berpadu dengan rindangnya pepohonan di sekitar.

Cahaya matahari memendar tatkala menembus kaca patri berukiran kalimat Allah. Kalimat itu pun silau terlihat. Lalu, siraman cahaya langsung saja menerangi seisi ruangan di lantai dua Masjid Al-Jabr Jakarta Selatan.

Di lantai dasar, siraman cahaya matahari tidak langsung menelusup. Tapi, embusan udara sore begitu terasa segar ketika menyapu buliran air wudhu yang masih membasahi wajah usai menunaikan shalat. Ah, petang yang begitu hangat dan menyejukkan ketika berkesempatan menyambangi masjid ini.

Sesungguhnya, masjid yang berdiri pada 1994 itu tidaklah terlalu megah. Bangunannya pun tak terlalu luas. Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al-Jabr H Madani mengungkapkan masjid tersebut berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter. Bangunannya, kata dia, sekitar 700 meter.

Masjid ini memiliki dua lantai. Di bagian interiornya terdapat lubang berbentuk bujur sangkar. Dari lubang itulah tampak jelas kayu yang dipernis warna cokelat kekuningan. Kayu itu menjadi tulang untuk atap kubah masjid.

Walau tak megah dan luas namun masjid ini tetap memikat. Setidaknya, hal itu tersaji melalui tampilan eksteriornya yang serba terbuka, berpadu dengan rindangnya pepohonan di sekitar masjid.

Konsep bangunan terbuka ini terlihat dari ruangan utama yang ada di lantai dasar. Ruang utama itu tak memiliki empat tiang penyangga, seperti umumnya Masjid Agung Demak yang menjadi trend setter masjid tradisional Jawa di negeri ini. “Kita sengaja menampilkan tanpa empat tiang karena ingin membuat kesan lapang,” katanya.

Tanpa jendela penutup

Kesan lapang yang dimaksud  Madani juga terlihat dari partisi nonpermanen yang membatasai antara selasar dan ruang utama. Partisi itu terbuat dari pintu lipat berbahan kayu. Sebagaimana fungsinya, pintu ini bisa dilipat sehingga membuat ruang utama itu bisa tampak menyatu dengan selasar yang ada di bagian selatan, utara, maupun barat.

Lalu, dengan adanya lubang balkon di bagian tengah ruang utama, membuat pencahayaan dan sirkulasi udara menjadi lebih maksimal. Di lantai dasar ini, udara bisa leluasa masuk ke seluruh ruangan, terutama saat dilakukannya waktu shalat. Itu disebabkan kedua pintu lipat yang ada di sisi utara dan selatan dibiarkan terbuka.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement