REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memberi Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century (BC) tidak bisa dipidanakan. Menurut terdakwa kasus korupsi pemberian modal sementara BC, Budi Mulya mengatakan, keputusan memberi bantuan kepada bank gagal berdampak sistemik tersebut adalah tidak punya maksud melakukan kejahatan.
Kuasa Hukum BM, Luhut Marihot Parulian Pangaribuan mengatakan, kebijakan memberikan FPJP kepada BC senilai Rp 689,374 miliar sudah sesuai dengan undang-undang Bank Indonesia (BI). ''FPJP itu adalah keputusan dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia dan itu bukan keputusan terdakwa pribadi,'' kata Luhut, Kamis (13/3).
BM lewat kuasa hukumnya melayangkan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuknya. Luhut membacakan eksepsi tersebut, pada persidangan ke dua, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (13/3).
Dalam eksepsinya, BM mengatakan, dakwaan untuknya adalah tidak sesuai dengan rekonstruksi hukum sebenarnya. Akibatnya, dinilai sangkaan yang dituduhkan KPK terhadapnya adalah kabur. Luhut menerangkan, seluruh isi dakwaan KPK, harus batal demi hukum lantaran tidak dibuat cermat berdasarkan kejadian.
Luhut mengatakan, KPK mendakwa BM dengan pasal-pasal korupsi berupa penyalahgunaan kewenangan dan jabatanya. Komisi antirasuah itu pun, menuduh BM atas jabatannya telah merugikan keuangan negara lantaran menyetujui pemberian FPJP dan bailout seniali Rp 6,762 triliun.
Akan tetapi, dikatakan Luhut rekonstruksi fakta membuktikan bahwa, pemberian FPJP adalah hasil keputusan BI dari RDG. Keputusan tersebut, bukan personal. Selain itu, diterangkan dia, penetapan BC sebagai bank gagal yang berdampak sistemik juga berdasarkan hasil keputusan RDG BI.Keputusan tersebut pu, dikatakan Luhut sesuai dengan pasal 45 UU BI.
''Kalau keputusan itu (memberi FPJP dan PMS) dianggap perbuatan pidana korupsi, selanjutnya kebijakan banks sentral dalam UU BI adalah bentuk kriminal,'' ujar dia.