Jumat 14 Mar 2014 06:42 WIB

Kajian Rutin Masjid Astra: Menuju Komunitas Islami (Bagian-2, habis)

Masjid Astra di kawasan Sunter Jakarta Utara
Foto: Astra
Masjid Astra di kawasan Sunter Jakarta Utara

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

Khusus tabligh akbar hari Ahad, jamaah bisa mencapai 1500 yang didominasi karyawan Astra.

Muhammad Syarif menjelaskan, khusus untuk pegawai kantor, kajian pun dibedakan. Biasanya mereka menyelenggarakan satu bulan sekali tentang akidah yang diisi Ustaz Khalid Bassalamah.

“Kajian perkantoran juga kami yang membantu untuk mengurusi,” ujarnya. Syarif mengaku, ia dibantu dua orang untuk mengadakan kajian. Syaifurrahman bidang rumah tangga dan Rahmat Hidayat bertanggung jawab masalah keuangan.

Selain kajian, biasanya di Majelis Masjid Astra juga diadakan kegiatan Astra Gema Islami (AGI) yang berlangsung sejak satu pekan sebelum Ramadhan hingga Idul Adha. Kegiatan pun beraneka ragam, seperti perlombaan dakwah, murottal, masjid award, dan futsal.

Sedangkan untuk kegiatan tadabbur alam, dilakukan satu tahun sekali. “Biasanya kami tadabbur alam ke daerah Puncak hanya satu tahun sekali saja."

Sementara itu, kegiatan keagamaan rutin memang lebih sering digelar di masjid. “Kajian rutin ini disediakan bagi karyawan yang tidak memiliki waktu untuk menimba ilmu agama karena kesibukannya bekerja,” kata Syarif.

Sedangkan, hari libur biasanya dihabiskan bersama dengan keluarga, maka waktu yang hanya satu jam dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menambah siraman rohani.

Materi biasanya ditentukan pengurus kajian. Seperti yang disampaikan Ustaz Ahmad Sarwat, Selasa (11/3). Kajian rutin dimulai dengan tanya-jawab terkait permasalahan sehari-hari. Tema fikih yang diangkat pada hari itu terkait dengan pernikahan sederhana.

Ustaz Sarwat menjelaskan, pernikahan merupakan sunah Nabi Muhammad SAW. Dalam pernikahan, yang wajib adalah akad nikahnya.

Sedangkan, walimah memang diadakan untuk memberitahukan kepada teman dan lingkungan sekitar bahwa sepasang laki-laki dan perempuan telah menikah.

“Pernah saya hadir dalam walimah sederhana di sebuah kantor, dengan ditraktir satu mangkuk bakso,” ujar Ustaz Sarwat. Pasangan tersebut menjelaskan semangkuk bakso tersebut merupakan tanda mereka telah melaksanakan walimah.

Ustaz Sarwat pun menasihati agar mempelai yang akan menikah tidak memaksakan menggelar pesta secara besar-besaran.

“Jangan sampai setelah menikah dan mengadakan walimah mewah, justru tertinggal utang dan menghabiskan harta benda,” ujarnya.

Menikah biasanya dilakukan bagi laki-laki yang telah mampu. Artinya, saat memberikan mahar pada wanita, si wanita menerima dengan senang hati sesuai kemampuan laki-laki.

Sarannya, laki-laki harus mencari wanita yang sesuai dengan derajat sosialnya. “Yang paling penting adalah agama dan akhlak yang dimiliki wanita tersebut,” ujar Ustaz Sarwat mengingatkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement