REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hannan Putra
Pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak 1596.
Hingga saat ini, masih ditemui beberapa ponpes yang masih menggunakan desain lama. Seperti, tangga yang terhubung ke sumur dengan sederet batu-batu titian.
Model ini dipergunakan para santri untuk mencuci kaki terlebih dahulu sebelum memasuki ruang ponpes. Kebanyakan, ponpes zaman itu hanya terdiri atas ruangan yang besar yang didiami bersama. Mereka bersama-sama tidur di atas tikar pandan atau rotan.
Namun, kemajuan ponpes dari segi bangunan sudah banyak yang mengalami perubahan. Saat ini, kebanyakan ponpes memisahkan lembaga pendidikan laki-laki dan perempuan.
Para santri yang sudah dipisah berdasarkan jenis kelamin tersebut diikat dengan peraturan yang sangat ketat.
Para santri biasanya digembleng dengan pelajaran-pejaran kitab-kitab bahasa Arab klasik. Para santri dibekali dengan ilmu-ilmu ushul (dasar) sebagai modal mereka menjadi ahli agama.
Kitab-kitab agama berbahasa Arab tersebut disebut dengan kitab kuning atau kitab gundul. Penamaan ini karena kitab-kitab tersebut berbahan dasar kuning dengan bahasa Arab tanpa harkat (baris).
Pengajarnya langsung dibawakan oleh kiai atau pembatu kiai (ustaz) yang dianggap sudah mumpuni. Kebanyakan, kitab yang diajarkan, seperti pelajaran nahu (syntax), saraf (morfologi), fikih (hukum), ushul fiqh (yurisprundensi), hadis, tafsir, tauhid (teologi), serta cabang-cabang lain, seperti tarikh (sejarah) dan balaghah.
Cendekiawan Muhammad Hasyim Munif mengatakan, ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning merupakan pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan yang sah.
Artinya, ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah, Alquran, dan sunah Rasulullah SAW. Relevan, maksudnya, ajaran-ajaran itu masih tetap cocok dan berguna baik dulu, kini, dan nanti.
Saat ini, perkembangan kurikulum pesantren sudah banyak mengalami perkembangan. Tak hanya berkutat pada pengkajian kitab kuning, juga diakselerasikan dengan kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) atau Kementrian Agama (Kemenag).
Jadi, saat ini eksistensi ponpes tidak cocok lagi didakwa sebagai lembaga keagamaan murni semata-mata. Tapi, sudah menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons persoalan yang ada di masyarakat.
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua juga bisa bersaing dengan sekolah-sekolah umum.
Keberadaannya yang sudah sangat lama di nusantara juga menyebabkan eksistensinya sudah berurat dan berakar. Pondok pesantren juga diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.