Jumat 14 Mar 2014 22:53 WIB

Saladin, Kisah dan Mitos Kepahlawanan (3)

Salahuddin al-Ayubi atau Saladin (ilustrasi).
Foto: Wikipedia.org
Salahuddin al-Ayubi atau Saladin (ilustrasi).

Oleh: Ani Nursalikah

Penampilan sederhana

Tidak seperti tentara salib yang berpakaian warna-warni, Saladin biasanya mengenakan baju berbahan wol sederhana atau jubah linen. Untuk jaga-jaga, ia tetap mengenakan baju zirah di balik jubahnya.

Pengawal pribadi yang bersedia mati untuknya juga mengikuti cara berpakaian ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, ia mengenakan mantel tebal saat menunggang kuda untuk menahan udara dingin.

Berbeda dengan otokrat lainnya, Saladin tak memerlukan penghormatan dan protokol yang berlebihan. Yang lebih penting, mungkin, adalah hu bungannya dengan perwira dan amir utama pasukannya. Selama satu tur panjang inspeksi, temannya, Baha al-Din, yang kemudian menulis sejarah Saladin, sedang menunggang kuda di depan sang sultan.

Ia tidak sengaja memercik lumpur ke seluruh tubuh Saladin hingga mengotori pakaiannya. “Tapi, Saladin hanya tertawa dan menolak membiarkan temannya menunggang kuda di belakangnya,” begitu tertulis dalam suatu catatan sejarah.

Diskusi bersama Saladin berjalan bebas dan tidak perlu ada pujian yang berlebihan. Dalam suatu pertemuan, Sultan Saladin meminta minum, tetapi tak seorang pun memperhatikannya. Hingga dia harus mengulangi permintaannya beberapa kali. Para pengikutnya merasa tidak segan saat harus berhadapan dengan pemimpinnya.

Hanya sedikit yang diketahui tentang istri Saladin. Yang jelas, Saladin menikahinya di Mesir. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai 16 anak laki-laki. Tidak ada catatan yang menyebutkan bahwa Saladin ber poligami.

Tidak ada hal yang ia sukai selain menikmati taman istana di Damaskus dan bermain dengan anak-anaknya. Putra sulungnya, al-Afdhal, menjadi salah satu tangan kanannya, tapi ada satu petunjuk dalam sejarah bahwa anak kesayangannya adalah putra ketiga, al-Zahir.

Saladin adalah seorang jenderal yang unik. Selain bakatnya sebagai komandan, pengatur strategi dan perencana, Saladin mempunyai kesopanan yang tidak perlu diragukan. Meskipun ia bisa menjadi tidak fleksibel dan bahkan kejam, dia tidak menyukai pertumpahan darah.

Satu-satunya noda dalam catatannya adalah eksekusi sekitar 300 kesatria dari dua klan militer utama, Templar dan Hospitaler, di Tiberias, beberapa bulan sebelum ia merebut Yerusalem. Namun, dilihat dari konteks saat itu, eksekusi tersebut bukanlah suatu kejahatan.

Bandingkan dengan perbuatan tentara salib ketika pertama kali menduduki Yerusalem pada 1099. Mereka membunuh 70 ribu warga Muslim dan Yahudi, termasuk perempuan dan anak-anak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement