REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH-- George Canawati tidak terkejut ketika polisi Palestinian Authority (PA) muncul di rumahnya di Bethlehem pada November 2013. Hari itu adalah keempat kalinya ia ditahan terkait profesinya sebagai jurnalis. Ia ditahan dengan tuduhan fitnah dan penghinaan setelah mengkritisi komandan polisi lokal Kolonel Omar Shalabi.
"Cara mereka menahan saya kali ini sangat barbar. Sebelumnya mereka menahan saya saat berada di kantor. Mereka masuk, memukul, menginterogasi dan menangkap saya," ujar jurnalis radio itu kepada //Al Jazeera//, Jumat (14/3).
Berada di tengah pendudukan Israel dan pemerintah yang represif, rasa takut dan intimidasi bukan hal asing bagi para jurnalis. Dari 180 negara, Israel menempati urutan 96 sebagai pelanggar kebebasan pers terburuk, menurut Indeks Kebebasan Pers 2014 yang dirilis Reporter Without Borders. Sedangkan Tepi Barat dan Hamas berada di posisi 138.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri tidak menjawab pertanyaan mengenaiadanya dugaan pemerintah menargetkan pers. Jurnalis lain yang juga pernah ditahan, Yousef al-Shayeb mengatakan warga Palestina hidup di bawah aturan yang membusuk.
Dia pernah menulis laporan investigasi untuk surat kabar Yordania, Al-Ghad yang menduga misi diplomatik Palestina ke Perancis adalah untuk merekrut mahasiswa Palestina. Para mahasiswa itu direkrut agar memata-matai organisasi mahasiswa Muslim di Perancis.
Akibatnya ia diinterogasi di markas intelijen PA selama delapan jam. Artikelnya tersebut melibatkan sejumlah pejabat tinggi Palestina. "Saya menolak menyebutkan sumber saya," ujarnya.
Juru bicara PA Ehab Bseiso mengatakan Yousef adalah jurnalis bebas dan bisa melaksanakan tugasnya dengan bebas. Dia menolak adanya intimidasi dan kekerasan di antara jurnalis Palestina.