REPUBLIKA.CO.ID, ADEN-- Pasukan Yaman menembak mati seorang aktivis muda Gerakan Selatan, Jumat, selama penyerbuan di kota pelabuhan Aden, kata beberapa sumber di kelompok pro-otonomi tersebut. Mereka menyatakan, pasukan yang mencari para pendukung pemisahan wilayah selatan pada Jumat fajar melepaskan tembakan ke arah sekitar 12 aktivis yang keluar ke jalan, menewaskan salah seorang dari mereka.
Satu sumber medis mengkonfirmasi bahwa mayat Mubarak al-Shabawani dibawa ke sebuah rumah sakit terdekat. Tidak jelas berapa usia aktivis tersebut. Gerakan Selatan merupakan aliansi dari sejumlah kelompok yang mendorong otonomi bagi Yaman bagian selatan, yang merupakan negara merdeka pada saat akhir penjajahan Inggris pada 1967 namun kemudian bergabung dengan wilayah utara pada 1990.
Anggota-anggota garis keras dari aliansi itu menyerukan pemisahan wilayah selatan dari Yaman. Kamis, tiga polisi tewas dalam dua insiden terpisah di Yaman selatan, yang juga merupakan pangkalan cabang Al Qaida yang kuat.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan. Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP). AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai. Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.