Sabtu 15 Mar 2014 13:35 WIB

Memahami Makna Batin Alquran: 'Reinkarnasi' Spiritual (5-habis)

Ilustrasi
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Dalam istilah tasawuf dikatakan: Man faniya 'an jahlihi baqiya bi 'ilmihi (jika kejahilan hilang maka yang tinggal ialah pengetahuan).”

Dan juga, man faniya 'an al-aushaf al-madzmumah baqiya bi al-aushaf al-mahmudah (barang siapa yang menghancurkan akhlak buruknya maka yang tinggal ialah sifat baiknya)”.

Lebih lanjut nanti akan tiba dalam suatu tahapan, man faniya 'an aushafih baqiyat aushaf al-Haq (barang siapa yang menghilangkan sifat-sifatnya maka ia mempunyai sifat-sifat Tuhan)”.

Orang yang sudah sampai ke tingkat fana' dan baqa' sering terucap kata-kata yang agak aneh, tidak umum di dengar, seperti ungkapan sufi berikut ini:

Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu pada-Nya melalui diri-Nya maka aku pun hidup. Ia membuat aku gila pada diriku, sehingga aku mati; kemudian Ia membuat aku gila pada diri-Nya, dan aku pun hidup. Aku berkata: Gila pada diriku adalah kehancuran dan gila pada-Mu adalah kelanjutan hidup.”

Tentu saja tidak gampang untuk naik ke terminal puncak. Untuk sampai ke terminal fana' dan baqa', diperlukan waktu dan perjuangan yang mungkin tidak singkat karena ia harus melewati terminal-terminal standar sebagaimana disebutkan dalam maqam-maqam terdahulu.

Namun, jika Tuhan menghendaki, seseorang bisa saja sampai ke maqam ini tanpa memerlukan perjalanan panjang. Maqam ini sangat langka. Jarang para salik bisa sampai ke maqam ini. Pada umumnya, memerlukan persiapan khusus dan keseriusan untuk bisa melanjutkan perjalanan ke puncak.

Tidak bisa hanya dengan motif ingin mencoba atau penasaran, sehingga ia berusaha mencapai maqam ini. Pada umumnya, orang yang sampai ke maqam ini justru tidak pernah membayangkannya. Keikhlasan dan ketulusan yang dijalankan dengan penuh istiqamah, itulah yang menjanjikan puncak terminal.

Kita tentu ingat bagaimana Nabi Musa bisa meraih terminal puncak spiritual dengan melewati tahap-tahap mujahadah sebagaimana dijelaskan dalam ayat:

“Dan telah Kami janjikan kepada Musa sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun: Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS al-A'raf [7]:142).

Puasa Ramadhan yang dijalani sebulan penuh dan dilanjutkan dengan menambah puasa Syawal enam hari sesuai saran Nabi mengingatkan kita kepada pengalaman spiritual Nabi Musa. Ini satu contoh bahwa untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi diperlukan juga upaya ekstra.

Memang terdapat banyak jalan menuju puncak spiritual. Tapi, semakin tinggi semakin memerlukan pembimbing (mursyid) karena situasi di puncak banyak faktor pengecoh yang perlu diwaspadai. Tidak sedikit orang mendaki ke puncak, tetapi terpeleset ke jurang hingga hancur. Ibarat pendaki gunung, harus menguasai ilmu untuk sampai ke puncak.

Kelihatannya mudah, gampang, tetapi penuh dengan bahaya. Orang bisa jatuh ke pada kemusyrikan, bahkan ke kemurtadan, terutama jika ia frustrasi dan tidak sabar. Seseorang harus banyak melakukan latihan (riyadhah) terus menerus.

Salah satu riyadhah rutin yang bagus dan selalu dilakukan oleh para salik ialah shalat Tahajud dengan penuh kesungguhan mengenyampingkan seluruh pikiran duniawi lalu fokus dan pasrah total kepada Allah SWT. Wallahu a'lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement