REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI-- Pemberontak Libya pada Sabtu (15/3), mengatakan mereka siap untuk bernegosiasi dengan pemerintah asalkan pemerintah membatalkan rencana serangan militernya ke wilayah pemberontak.
Sebelumnya pada Rabu (12/3), pejabat Libya meminta pemberontak bersenjata untuk segera mengosongkan pelabuhan minyak yang mereka sita. Jika tidak segera dilakukan pemberontak akan menghadapi serangan militer dari pemerintah. Pasukan pro-pemerintah dan pemberontak telah terlibat bentrokan singkat pekan ini di kota Sirte Libya tengah.
Perdana Menteri gerakan otonomi timur Abb Rabbo Al-Barassi mengatakan, pembicaraan hanya bisa dimulai jika pemerintah menarik semua pasukan yang dikirim untuk menghadapi mereka. "Ini kondisinya," kata al-Barassi.
Ia juga mengatakan, tanker telah memuat minyak pekan lalu dari salah satu pelabuhan yang dikuasai pemberontak. Kapal menurutnya telah berhasil mencapai tempat tujuan. Namun al-Barassi enggan menyebut di mana tepatnya tujuan kapal.
Pemerintah pusat telah mengancam akan melakukan tindakan bersenjata, bahkan serangan udara, untuk mencegah tanker keluar Libya. Sebelumnya pada Sabtu (8/3), kapal tanker berbendera Korea Utara meninggalkan Pelabuhan Sidra dengan mengangkut minyak dari pemberontak.
Kapal dilaporkan mengangkut sedikitnya 234 ribu barel minyak mentah. Kapal berhasil dicegat oleh angkatan laut Libya, pada Senin (10/3). Namun, kapal berhasil lolos ke perairan internasional sehari kemudian.
Peristiwa lolosnya kapal tanker dari blokade angkatan laut Libya, memicu kemarahan parlemen. Parlemen Libya kemudian menggulingkan Perdana Menteri Ali Zeidan, dalam pemungutan suara yang digelar Selasa (11/3). Parlemen menganggap pemerintah telah gagal menghentikan para pemberontak.