REPUBLIKA.CO.ID, SIMFEROPOL -- Ratusan ribu warga Krimea mendatangi tempat pemungutan suara (referendum) sejak Ahad (16/3) pagi. Mereka akan menentukan masa depan Krimea, apakah akan bergabung dengan Rusia atau menjadi negara merdeka.
Namun, tidak semua warga lokal ikut memilih. Mayoritas Muslim Tatar menolak dan memboikot referendum. Menurut CNN, warga Tatar lebih memilih mengisi kesibukan di rumah atau tempat kerja dibandingkan mendatangi tempat-tempat pemungutan suara.
"Masa depan kami tidak akan jelas bersama mereka (Rusia)," kata warga Tatar, Ahad (16/3). Muslim Tatar telah mengalami masa-masa pahit ketika Uni Soviet berkuasa di mana mereka diusir dari tanah kelahiran.
Muslim Tatar mengaku lebih menikmati menjadi wilayah otonom dengan pemerintahan sendiri seperti yang sudah berjalan saat ini. Eksistensi mereka pun diakui sebagai bagian dari bangsa Ukraina, meskipun mayoritas penduduk Crimea keturunan Rusia.
Dari 2 juta penduduk lokal, 52 persennya berbangsa Rusia. Etnis Ukraina mencapai 25 persen dan Islam antara 12-15 persen.
Penolakan etnik Tatar juga sudah diperlihatkan dalam aksi-aksi di Kiev, Ibu Kota Ukraina, sejak eskalasi politik meningkat di negeri itu. Muslim Tatar termasuk pendukung aksi penggulingan rezim pro Moskow dan mendukung masuknya Ukraina ke dalam masyarakat Eropa.