REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura (Hortindo), Afrizal Gindow mengatakan daya saing produk hortikultura Indonesia terancam tertinggal akibat pembatasan investasi asing di sektor tersebut.
Menurut Afrizal yang dihubungi di Jakarta, Minggu, sejumlah perusahaan penyedia benih unggul hortikultura sayuran yang selama ini melakukan inovasi, mengenalkan teknik budidaya baru dan memasok benih unggul kepada petani menahan investasinya seiring pemberlakuan UU tentang Hortkultura yang membatasi investasi asing di usaha hortikultura termasuk sektor perbenihan maksimal 30 persen.
"Tidak hanya menahan rencana investasinya, sejumlah perusahaan bahkan diam-diam telah mengalihkan usahanya dari Indonesia," kata Afrizal.
Afrizal mengatakan sampai saat ini sudah ada dua perusahaan yang mengalihkan investasinya. Selain itu ada dua perusahaan dari Amerika dan Eropa yang membatalkan investasinya.
Ia mengatakan perusahaan-perusahaan benih yang tergabung dalam Hortindo memahami niat baik pembatasan investasi di usaha hortikultura.
Namun, menurut dia, ketentuan tersebut tidak tepat jika diterapkan untuk sektor perbenihan. Pasalnya, industri benih sarat dengan inovasi, teknologi tinggi dan kebutuhan investasi yang besar, dengan resiko tinggi serta jangka waktu investasi yang lama.
"Padahal dengan beroperasinya perusahaan asing di bidang perbenihan di Indonesia, potensi untuk terciptanya inovasi khususnya penemuan benih unggul cukup besar," jelas Afrizal.
Menurut dia, untuk mendapatkan satu benih unggul dibutuhkan akses terhadap sumber genetik unggul yang belum tentu ada di Indonesia.
"Apalagi, hampir 80--90 persen sayuran yang ada di pasar saat ini bukanlah tanaman asli Indonesia termasuk bayam, kangkung dan cabe, Perusahaan multinasional memiliki akses terhadap sumber genetik unggul di negara asal tanaman-tanaman tersebut,??" ujar Afrizal.
Karena itu, sejumlah negara yang industri hortikulturanya berkembang seperti India, China, Thailand dan Vietnam membuka diri bahkan memberikan insentif kepada perusahaan perbenihan multinasional.
"Bahkan kini petani di India dan Thailand kini memiliki banyak pilihan varietas," jelas Afrizal.