REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Untuk pertama kalinya, anggota Dewan Bank Sentral Australia (RBA) mengakui sedang mempertimbangkan untuk menerapkan pembatasan pinjaman kredit rumah di Australia.
Notulen dari pertemuan Dewan RBA paling akhir pada bulan Maret, yang dirilis Selasa (18/3), menunjukkan beberapa kekhawatiran bahwa naiknya harga rumah dan pinjaman kredit rumah mempunyai "potensi untuk mendorong kegiatan spekulatif".
RBA mengatakan, tidak banyak tanda-tanda bahwa bank-bank menurunkan standar untuk menarik nasabah kredit rumah. Namun RBA memperingatkan, momentum baru-baru ini dalam perilaku yang berkaitan dengan permintaan pinjaman kredit rumah "perlu diamati dengan seksama".
"Peminjaman kepada investor properti telah meningkat beberapa waktu ini di New South Wales, dan selama enam bulan terakhir peningkatan juga terjadi di beberapa negara bagian lainnya," menurut Dewan RBA dalam notulen rapatnya.
Dalam konteks ini, RBA menggelar diskusi mengenai apa yang disebut kebijakan macroprudential, yang dapat mencakup pembatasan atas besarnya pinjaman yang dapat dikeluarkan oleh sebuah bank berkaitan dengan nilai properti, pendapatan peminjam atau keduanya.
"Para anggota membahas pengalaman di negara-negara lain dimana alat macroprudential telah digunakan untuk memperlambat permintaan pinjaman untuk properti lama dan kemungkinan penerapannya di Australia," demikian disebutkan dalam notulen.
Contoh menonjol adalah langkah Selandia Baru untuk memberlakukan pembatasan atas jumlah pinjaman yang dapat dikeluarkan oleh bank-bank, dimana pembeli mempunyai deposit kurang dari 20 persen.
Tapi anggota-anggota Dewan RBA juga membahas sebuah laporan Bank for International Settlements (BIS) yang mengindikasikan bahwa pembatasan loan-to-value (seperti yang diterapkan Selandia Baru) dalam mencegah pertumbuhan pinjaman tidaklah se-efektif seperti tes loan-to-income yang ketat, yang memaksa bank-bank menerapkan safety buffer dengan suku bunga yang lebih tinggi ketika menguji kemampuan peminjam untuk membayar cicilan.
Sebelumnya Gubernur RBA Glenn Stevens dan deputinya Philip Lowe mengatakan di depan sebuah komisi Parlemen Federal bahwa langkah untuk memaksa bank-bank mengimplementasikan tes lebih ketat terhadap calon nasabah, dengan buffer suku bunga yang lebih tinggi, sudah diteliti oleh staff RBA.
Mereka, seperti BIS, menyimpulkan bahwa langkah-langkah seperti itu mungkin lebih disukai daripada pembatasan loan-to-value yang diterapkan Selandia Baru.