REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini menguat secara signifikan. Kemarin, Selasa (18/3), rupiah ditutup pada Rp 11.320 per dolar AS, terapresiasi 2,5 persen mtd atau 7 persen ytd. Pengamat menilai penguatan tersebut bersifat berlebih.
"Rupiah menguat dan melemahnya terlalu berlebihan," ujar Ekonom dari PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Anton Gunawan. Ia mengatakan, rupiah dalam dua bulan ke depan akan kembali mengalami koreksi. Namun, pelemahan tidak akan setajam akhir tahun lalu yang mencapai Rp 12.500 per dolar AS.
Ia memprediksikan nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp 11.500 - 12.000 per dolar AS. Menurut Anton, ada dua hal yang menyebabkan pelemahan tersebut. Hal pertama adalah data ekonomi di Februari. Menurutnya, defisit transaksi berjalan akan sedikit meningkat karena pelarangan ekspor mineral mentah. "Neraca perdagangan tak akan sebagus Januari," ujarnya.
Hal kedua adalah pembayaran dividen yang dilakukan pada Mei dan Juni. "Biasanya memberikan tekanan ke rupiah," ujarnya. Kendati kedua hal tersebut membuat rupiah melemah, ia percaya rupiah akan kembali menguat pada akhir tahun. Prediksinya, rupiah akan berada pada Rp 11.060 per dolar AS pada akhir tahun.