REPUBLIKA.CO.ID, WINA-- Sejumlah diplomat mengatakan bahwa krisis Ukraina --yang memicu konfrontasi blok Timur dengan Barat yang terburuk sejak Perang Dingin-- tidak akan mempersulit perundingan nuklir Iran, yang dilangsungkan di Wina mula Selasa.
Iran bersama dengan enam negara lain --termasuk Amerika Serikat dan Rusia, yang sedang berseteru soal Krimea-- akan berunding untuk menyelesaikan sengketa nuklir yang telah berlangsung sejak puluhan tahun yang lalu.
Perundingan tersebut dilakukan hanya satu hari setelah Washington beserta Uni Eropa memberlakukan pembekuan aset milik sejumlah pejabat negara Rusia sebagai sanksi atas tindakan Moskow menganeksasi Krimea.
"Saya tidak melihat ada dampak buruk atas hal itu," kata juru bicara departemen urusan luar negeri Uni Eropa, Michael Mann.
Rusia dengan negara-negara Barat pada masa lalu mempunyai sikap berbeda atas Iran. Moskow secara umum mempunyai hubungan hangat dengan Tehran dan menyatakan bahwa kekhawatiran negara lain atas program nuklir Iran adalah sesuatu yang berlebihan.
Sejumlah sumber Reuters mengatakan bahwa Moskow dan Tehran pada awal tahun ini sedang menegosiasikan pertukaran minyak mentah dengan barang-barang senilai 1,5 milyar dolar. Jika kesepakatan tercapai, Iran secara substansial akan terlepas dari belenggu sanksi ekonomi yang diterapkan Amerika Serikat.
Antara 2006 dan 2010, Rusia dan China keberatan atas sejumlah sanksi yang diterapkan PBB atas Iran. Kedua negara tersebut juga mengecam Amerika Serikat karena menerapkan sanksi lanjutan secara sepihak dengan menarget ekspor minyak Tehran.
Di sisi lain, ketegangan di Wina tidak hanya terjadi antara Amerika Serikat dengan Rusia. Pada Senin, Menteri Luar Negeri Iran Muhammad Javad Zarif membatalkan acara makan malam dengan kepala urusan kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton.
Menurut laporan dari kantor berita IRNA, Zarif membatalkan acara tersebut sebagai protes atas pertemuan Ashton dengan sejumlah aktivis hak asasi manusia di Iran selama mengunjungi Tehran 10 hari yang lalu.
Sebelumnya pada November, Iran dengan enam negara kuat mencapai kesepakatan sementara yang mewajibkan Tehran menghentikan aktivitas pengayaan uranium level tinggi dengan imbalan pencabutan sejumlah sanksi.
Kesepakatan sementara tersebut akan berakhir pada Juli ini dan perundingan di Wina bertujuan untuk mencapai perjanjian final.