REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganggap sukuk adalah sarana pembiayaan yang tepat untuk infrastruktur di Indonesia. Sukuk dinilai memiliki cakupan dan potensi yang besar di Tanah Air karena jenis investornya bisa berasal dari konvensional dan syariah.
Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, sukuk erat kaitannya dengan pengembangan sektor riil karena underlying aset yang digunakan untuk sukuk adalah infrastruktur. "Hal tersebut sejalan dengan fokus pengembangan infrastruktur Indonesia yang tertuang dalam MP3EI," ujar Nurhaida, Kamis (20/3).
Sukuk adalah surat utang jangka panjang. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan membutuhkan waktu yang lama.
"Jadi matching antara pembangunan infrastruktur dengan kemudian saat sukuk jatuh tempo," ujarnya. Dengan kata lain, saat sukuk jatuh tempo, infrastruktur yang dibangun sudah menghasilkan sehingga dana sudah tersedia untuk membayar sukuk tersebut.
Sayangnya, total penerbitan sukuk di Indonesia masih kecil. Tahun kemarin total penerbitan sukuk Indonesia hanya 5 persen dari total penerbitan sukuk di dunia. Padahal di negara lain, seperti Malaysia, pembiayaan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, dan bandara berasal dari penerbitan sukuk. "Kami harap di masa mendatang banyak perusahaan yang memanfaatkan sukuk sebagai sarana pembiayaan," ujarnya.
Tahun lalu Indonesia menerbitkan 10 sukuk korporasi dan 16 sukuk negara dengan total nilai Rp 51,4 triliun. Porsi sukuk terhadap total penerbitan efek bersifat utang sebesar 16,8 persen. Sejak diterbitkannya sukuk pada 2002 hingga 3 Maret 2014, Indonesia telah menerbitkan 64 sukuk korporasi senilai Rp 11,99 triliun. Sementara itu sukuk negara berjumlah 43 sukuk dengan nilai sebesar Rp 159,97 triliun.
"Memang 2013 dan 2014 perkembangan sukuk besar. Tapi dari sisi potensi akan lebih besar," ujarnya. Ia mengatakan, upaya pengembangan pasar sukuk tak hanya tanggung jawab regulator, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan, baik pelaku pasar maupun DSN MUI.