REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) Ibeth Koesrini mengatakan, ketimpangan besarnya dana reses dengan capaian anggota dewan juga terlihat di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
"Malah lebih mengkhawatirkan karena banyak dana reses di daerah yang tidak digunakan sama sekali. Karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk menemui konstituen yang jaraknya dekat," kaat Ibeth, Kamis (20/3).
Penyimpangan penggunaan dana reses di daerah, menurut Ibeth, diarahkan pada pemanfaatan kebijakan infrastruktur. Aspirasi warga untuk penambahan infrastruktur dimanfaatkan anggota dewan melalui bancakan atau korupsi pada proyek pengadaannya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menambahkan, dana reses anggota DPD juga berpotensi disalahgunakan.
"Mentalitas DPD banyak copy-paste mentalitas DPR. Kalau DPR cenderung menaikkan dana reses dan menggelapkan laporannya, DPD juga seperti itu," kata Lucius.
Secara kelembagaan, menurutnya, DPD juga tidak terlalu dirasakan manfaat keberadaannya. Karena masih lemahnya kewenangan DPD di parlemen. Meski memiliki Rumah Inspirasi di setiap provinsi, interaksi masyarakat dengan anggota DPD dinilai masih minim.
Karena itu, Lucius berharap pada pelaksanaan kampanye pemilu 2014 Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga mengawasi penggunaan daan reses oleh caleg petahana.
"Bawaslu harus mengawasi secara ketat kegiatan kampanye yang dibungkus dalam agenda reses anggota dewan. Bawaslu juga harus berani menindak jika ditemukan pelanggaran, tanpa pandang bulu," ungkapnya.
Lebih lanjut, Roy menambahkan, pada revisi UU MD3 perlu dimasukkan pasal-pasal tentang agenda reses. Setiap anggota dewan diharuskan melaporkan kegiatan sekaligus anggaran yang digunakan saat reses.
"Perlu juga dibuat panduan tentang waktu, agenda, dan tata cara pelaporan reses. Serta sanksi yang lebih tegas bagi mereka yang menyalahgunakan kegiatan reses," ujarnya.
Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan, pengawasan penggunaan dana reses telah mulai dilakukan Panwaslu dan Bawaslu di daerah.
"Ada beberapa anggota DPR incumbent merasa tidak nyaman karena kami perlakukan sama (seperti caleg non-petahana). Jadi bukan berarti kami menganggap keliru reses itu, tapi kami sayangkan masa resesnya nyeberang sampai selesai pemilu," kata dia.