Jumat 21 Mar 2014 10:02 WIB

Perang Dingin Berlanjut, Obama Umumkan Sanksi Baru untuk Rusia

Barrack Obama
Foto: Charles Dharapak/AP
Barrack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON-- Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada Kamis mengumumkan sanksi-sanksi baru terhadap Rusia akibat penyatuan kembali dengan Crimea. Obama mengatakan, lebih banyak orang Rusia yang ditambahkan ke dalam daftar hitam individu, yang tunduk pada pembatasan perjalanan dan asetnya akan dibekukan di AS.

"Kami menjatuhkan sanksi-sanksi kepada para pejabat yang lebih senior pemerintah Rusia," kata Obama.

Presiden AS juga menyebutkan bahwa sanksi juga akan dikenakan pada The Rossiya Bank.

"Selain itu, kita hari ini mengenakan sanksi terhadap sejumlah orang lain dengan sumber daya yang besar dan pengaruh yang memberikan dukungan material kepada pemimpin Rusia, serta bank yang memberikan dukungan material kepada orang-orang ini," lanjutnya.

Departmen Keuangan AS mengatakan pada Kamis bahwa Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) menunjuk enam belas pejabat pemerintah Rusia dan empat orang yang menyediakan bahan pendukung kepada pemerintah Rusia.

Daftar ini termasuk pembantu presiden Andrei Fursenko, Kepala Kantor Staf Presiden Eksekutif Sergei Ivanov, Kepala Dinas Intelijen Militer Rusia GRU Igor Sergun, Kepala Monopoli Kereta Api Rusia RZD Vladimir Yakunin dan sejumlah anggota parlemen senior.

Juru Bicara Presiden Rusia Dmitry Peskov mengatakan bahwa keberadaan setiap jenis daftar-hitam adalah benar-benar tidak dapat diterima bagi Rusia, tidak peduli siapa yang ada dalam daftar. "Pokoknya, reaksi Rusia akan segera menyusul, atas dasar timbal balik," katanya.

Sebuah perintah eksekutif presiden, diterbitkan oleh Gedung Putih, juga membayangkan sanksi-sanksi itu menargetkan sektor-sektor kunci ekonomi Rusia, seperti energi, keuangan, pertahanan, pertambangan, mesin-bangunan dan lain-lain.

AS dan Uni Eropa mengumumkan pembekuan aset dan larangan perjalanan yang menargetkan sejumlah pejabat dekat Rusia dengan Presiden Vladimir Putin pada Senin, menyusul referendum pemisahan diri Crimea.

Crimea, sebelumnya sebuah republik otonom di dalam Ukraina, menolak untuk mengakui legitimasi pemerintah di Kiev yang tampil berkuasa di tengah prote-protes dengan kekerasan bulan lalu dan mengupayakan reunifikasi dengan Rusia setelah 60 tahun sebagai bagian dari Ukraina.

Perjanjian reunifikasi, yang memicu pertarungan geopolitik paling serius antara Rusia dan Barat sejak akhir Perang Dingin, telah diratifikasi oleh Duma Negara (Parlemen), Kamis.

sumber : Antara/RIA Novosti-0ANA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement