Jumat 21 Mar 2014 14:31 WIB

Hukum Bermazhab

Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia.
Foto: www.muhammadiyah.or.id
Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisany

Boleh bertaklid jika tidak memiliki pengetahuan agama.

Sebagai Muslim kita dapati banyak permasalahan sehari-hari yang kita belum ketahui hukumnya dalam Islam. Seiring perkembangan zaman, makin banyak juga masalah baru yang kita ragu bagaimana Islam mengaturnya.

Di sisi lain, keterbatasan ilmu agama membuat seorang Muslim mengikuti apa perkataan ustaz, kiai atau ulama yang dia percayai.

Dalam khazanah hukum Islam, kita kenal ada istilah mazhab. Yang dikenal luas, termasuk Muslim di Tanah Air adalah empat imam mazhab yang terkenal.

Namun dalam menyikapi sebuah masalah yang sama, kadang pendapat dari masing-masing mazhab berbeda.

Hal itu membuat seorang Muslim yang belum memiliki ilmu mendalam bingung harus mengikuti yang mana. Di sisi lain, ada seseorang yang mengikuti salah satu mazhab secara fanatik dan tidak menerima pendapat dari mazhab lain. Sebenarnya apakah seseorang wajib bermazhab?

Saat pertama kali berdiri, salah satu yang menjadi perhatian ulama di Nahdlatul Ulama (NU) adalah masalah bermazhab. Dalam keputusan Bahtsul Masail di Muktamar NU pertama 21 Oktober 1926, salah satu fatwa yang dikeluarkan adalah tentang hukum bermazhab.

Saat itu, ulama dalam Bahtsul Masail mengatakan wajib hukumnya umat Islam mengikuti salah satu dari empat mazhab yang utama.

Empat mazhab yang termahsyur adalah mazhab Imam Abi Hanifah al-Nu'man bin Tsabit atau dikenal dengan mazhab Hanafi.

Kemudian mazhab Imam Malik bin Anas bin Malik yang dikenal dengan mazhab Maliki. Mazhab Imam Abu Abdillah bin Idris bin Syafi'i atau mazhab Syafii dan terakhir mazhab Imam Ahmab bin Hanbal atau mazhab Hambali.

Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW "Ikutilah mayoritas umat Islam." Dengan meluasnya pengaruh empat mahzab tadi dan wafatnya para imam, maka empat mazhab tersebut adalah mayoritas di kalangan umat Islam. Sehingga mengikutinya adalah sebuah keharusan.

Dalam kitab al-Mizan al-Sya'rani Fatawi Kubra, Ali al-Khawash pernah ditanya tentang hukum bermahzab. Beliau menjawab "Seseorang harus mengikuti suatu mazhab jika belum memiliki pengetahuan tentang inti agama karena khawatir jatuh dalam kesesatan."

Majelis Tarjih Muhammadiyah dibentuk juga untuk mengambil pendapat terkuat yang sesuai Alquran dan sunah. Dalam keterangannya, Muhammadiyah tidak bermazhab salah satu dari empat imam.

Dalam menyikapi perbedaan dalam sebuah masalah, Muhammadiyah mengambil berbagai pendapat untuk dinilai mana yang memiliki dasar yang kuat kemudian dipilih. Sistem inilah yang membentuk majelis tarjih.

Lembaga Fatwa dan Riset Kerajaan Arab Saudi menegaskan bermazhab hanya boleh dinisbatkan kepada empat imam mazhab.

Mereka adalah mujtahid yang memiliki kemampuan untuk memberikan fatwa. Apabila seseorang melakukan ijtihad dan salah maka ia mendapat satu pahala. Jika benar ia mendapat dua pahala.

Seseorang jika tidak mampu menyimpulkan hukum diperbolahkan bertaklid kepada ulama mazhab hingga dia merasa tenang. Jika belum merasa tenang, dia boleh bertanya kepada ulama lain hingga hatinya puas.

Namun Lembaga Fatwa yang saat itu dipimpin Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyarankan setiap Muslim belajar ilmu-ilmu Islam agar mampu menyimpulkan hukum dari Alquran dan sunah.

Seseorang juga tidak boleh bertaklid dalam masalah yang mampu dia simpulkan sendiri berdasar pemahaman yang benar.

Dalam kesimpulannya, Lembaga Fatwa dan Riset Kerajaan Arab Saudi menyebut tidak wajib selalu mengikuti pendapat imam mazhab setiap saat.

Karena mereka juga manusia yang juga melakukan kesalahan. Yang boleh diikuti hanya pendapat mazhab yang benar sesuai dalil.

Syekh Muhammad Shalih al-Ustaimin dalam al Halal wal Haram menasehati agar seseorang tidak fanataik dalam mazhab tertentu.

Menurut Syekh Ustaimin pasti ada diantara kelompok-kelompok tersebut yang bersikap pertengahan. Setiap orang bisa mengambil pendapat seorang ulama atau imam asalkan pendapatnya didasarkan pada Kitabullah dan sunah Rasul.

Fanatik terhadap salah satu mazhab, terang Syekh Ustaimin, terkadang membuat orang menyesatkan orang lain padahal pendapat orang tersebut yang lebih dekat kepada kebenaran.

Hendaknya kaum Muslimin lebih menjaga persatuan dibanding menonjolkan perbedaan dalam mazhab. Seperti firman Allah SWT dalam surah al-Anfal ayat 46. "..Dan janganlah kamu berselisih yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan.."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement