REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan peralatan komunikasi penanggulangan bencana dengan menggunakan teknologi gelombang radio yang tetap mampu beroperasi pada saat jaringan seluler maupun internet gagal.
"Peralatan ini ideal ketika semua infrastruktur dalam keadaan mati, seperti saat gempa Sumbar 2009," kata Kepala Bidang Mitigasi Bencana BPPT Dr. Udrekh di sela penyelenggaraan gelar pelatihan Mentawai Megathrust Disaster Experience (Direx) 2014 yang dihadiri wakil dari belasan negara di Padang, Sumatera Barat, Jumat (21/3).
Peralatan tersebut, lanjut dia, berupa gadget berbasis Android dengan GPS, radio panggil (handy talky) serta modul "data converter" yang harus dibawa oleh para sukarelawan yang dikirim ke lapangan.
Dengan peralatan ini para sukarelawan berkomunikasi dan mengumpulkan data lapangan, mulai dari kondisi tanah, bangunan, hingga temuan korban dalam bentuk suara, teks, foto, dan video yang dikirim secara seketika (realtime) ke Pusat Komando (command center).
"HT pertama yang dibawa sukarelawan menggunakan gelombang radio pada frekuensi 260 MHz untuk transmisi data berupa suara dan teks, sedangkan HT kedua menggunakan frekuensi 5,4 GHz untuk pengiriman data imej, yakni foto dan video dengan kecepatan 11 Mbps," ujarnya.
Data tersebut diterima di Pusat Komando untuk kepentingan pengambilan keputusan yang cepat, misalnya, info untuk keluarga, pencarian korban atau pengiriman bantuan ke lokasi, ujarnya.
"Peralatan yang dibawa para sukarelawan juga menunjukkan koordinat lokasi mereka. Pergerakannya langsung terlihat di monitor pemetaan pusat komando," katanya.
Selain di peralatan komunikasi bantuan Panasonic Jepang itu, teknologi gelombang radio ini juga dikembangkan ke CCTV (closed-circuit television) yang telah dipasang di shelter Kantor Gubernur sebanyak dua unit untuk memantau kondisi pengungsian dan kondisi pantai.
"Hasil pantauan CCTV langsung tertangkap di monitor di Pusat Komando secara seketika dengan menggunakan gelombang radio di 4,9 MHz," katanya.
Pihaknya, lanjut Udrekh, juga sedang mengembangkan paket semacam penerima data "portable" seperti ransel terdiri atas laptop, antena, dan aki untuk ke daerah terpencil, berhubung jarak antara peralatan yang dibawa sukarelawan ke Pusat Komando maksimal 20 km.
Untuk mengantisipasi mati listrik saat bencana, BPPT juga sedang mengembangkan baterai berbasis solar cell (energi surya).
Sebelumnya, Wakil Presiden Boediono mengunjungi pusat komando darurat bencana di Padang dan menyaksikan uji coba prototipe teknologi tersebut.