Jumat 21 Mar 2014 19:58 WIB

Manuskrip Timbuktu Terancam Musnah Disapu Perang (3)

Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).
Foto: nfvf.co.za
Manuskrip Timbuktu, warisan peradaban Islam yang terancam punah (ilustrasi).

Oleh: Ani Nursalikah

Proyek Manuskrip Timbuktu adalah sebuah proyek Universitas Oslo yang berjalan pada 2000 sampai 2007.

Tujuannya, membantu melestarikan naskah secara fisik, mendigitalkan, membangun katalog elektronik, dan membuatnya dapat diakses untuk penelitian.

Di antara hasil dari program ini adalah menghidupkan kembali seni kuno penjilidan buku, melatih sejumlah ahli lokal dan merancang, menyiapkan database elektronik untuk katalog naskah yang dilakukan di Institut des Hautes Études et de Recherche Islamique Ahmad Baba (IHERIAB), memfasilitasi pertukaran ilmiah dan teknis dengan para ahli naskah di Maroko dan lainnya, dan menerbitkan buku berilustrasi indah berjudul The Hidden Treasures of Timbuktu: Historic City of Islamic Africa (Warisan Tersembunyi Timbuktu: Sejarah Kota Islam Afrika).

Sedangkan, Tombouctou Manuscripts Project adalah proyek terpisah yang dijalankan Universitas Cape Town. Dalam kemitraan dengan pemerintah Afrika Selatan, proyek ini merupakan proyek budaya resmi pertama dari Kemitraan Baru untuk Pembangunan Afrika. Proyek didirikan pada 2003 dan masih berlangsung.

Pusat intelektual

Meski Timbuktu didirikan pada abad ke-12 dan menjadi pusat komersial yang penting, namanya dikenal luas sebagai kota intelektual pada abad ke-15. Penulis sejarah menyebutkan, Timbuktu berakar dari sebuah permukiman nomaden beberapa mil dari Sungai Niger.

Lokasi tersebut sangat strategis bagi perdagangan dan menarik banyak orang untuk bermukim di sana. Lokasinya berada di persimpangan Sahara yang kering dan lembah subur Sungai Niger.

Sungai itu sendiri merupakan jalur yang mudah dilalui untuk mengangkut barang dari dan ke daerah-daerah tropis Afrika Barat. Para pedagang kemudian bermukim di sini. Diikuti oleh para cendikiawan Muslim dan membentuk pemukiman permanen.

Populasi di Timbuktu bermacam-macam. Meskipun didirikan oleh Imagharen Tuareg, Timbuktu dihuni orang-orang Arab dari Sahara, berbagai pedagang Soninke, Songhai, yang awalnya sebagai penakluk dan  penggembala dari Fulani. Sampai hari ini, Songhai menjadi bahasa yang dominan. Arab dan Tamasheq juga banyak digunakan.

Kota ini tidak disebutkan di sumber-sumber berbahasa Arab hingga Ibnu Batutah mengunjunginya pada awal abad ke-14. Sekitar 1325, penguasa Mali Mansa Musa mengunjungi kota ini dalam perjalanannya pulang dari ibadah haji. Ia mendirikan tempat tinggal di sana serta Masjid Agung (Jingere-Ber).

Dengan menurunnya kekuasaan kerajaan Mali pada akhir abad ke-14, kota berada di bawah kendali kelompok Tuareg. Tapi, kelompok itu akhirnya diusir pada 1468 ketika Kekaisaran Songhai di bawah kekuasaan Sonni 'Ali berkuasa.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement